Ternyata Ini Alasan Larangan Jilbab di Negara Mayoritas Muslim Tajikistan

26 Juni 2024, 11:33 WIB
Tajikistan Melarang Penggunaan Jilbab Meski Mayoritas Penduduknya Muslim /Instagram/

WARTA LOMBOK - Tajikistan, negara yang mayoritas penduduknya Muslim, mengambil langkah kontroversial dengan melarang penggunaan jilbab. Padahal, 98% penduduk negara yang diapit oleh Cina dan Afghanistan ini adalah Muslim.

Keputusan ini menimbulkan banyak pertanyaan, mengingat kebanyakan negara dengan mayoritas Muslim tidak mewajibkan jilbab, apalagi melarangnya.

Tajikistan memiliki sejarah panjang sebagai bekas jajahan Uni Soviet. Rakyatnya sangat bangga dengan tradisi dan budaya mereka.

Baca Juga: Prediksi Portugal vs Georgia di Euro 2024, Head To Head dan Line Up

Namun, langkah pemerintah untuk melarang jilbab bukanlah satu-satunya peraturan yang ketat mengenai pakaian.

Pemerintah Tajikistan juga melarang penggunaan busana ala barat seperti pakaian terbuka, rok mini, dan gaun yang memperlihatkan belahan dada atau punggung.

Bahkan, penggunaan sandal jepit di depan umum pun dilarang. Pakaian ketat dan berbahan sintetis yang dianggap berbahaya bagi kesehatan juga tidak diperbolehkan.

Baca Juga: Austria Berhasil Jadi Juara Grup setelah Bungkam Belanda 3-2 di Euro 2024

Pada tahun 2018, pemerintah menerbitkan buku tata cara berpakaian yang mengatur cara berpakaian perempuan Tajikistan dari umur 7 tahun hingga 70 tahun.

Buku ini mengatur pakaian saat bekerja, hari libur nasional, pernikahan, dan akhir pekan. Namun, baju tradisional Tajikistan yang direkomendasikan cukup mahal, membuat banyak netizen Tajikistan berseloroh bahwa hanya yang mampu saja yang bisa mematuhi aturan ini.

Beberapa netizen bahkan menuding bahwa para pejabat berusaha mengubah negara itu menjadi Korea Utara. "Kementerian Kebudayaan seharusnya tidak menciptakan jenis omong kosong begini," kata seorang netizen.

Baca Juga: Joselu Tinggalkan Real Madrid Setelah Menerima Tawaran dari Al Gharafa

Buku rekomendasi pakaian ini diterbitkan setelah parlemen Tajikistan membuat undang-undang yang mengatur pakaian pada tahun 2016.

Undang-undang tersebut awalnya tidak melarang penggunaan jilbab. Namun, dua tahun kemudian, melalui buku rekomendasi itu, pemakaian jilbab pun dilarang.

Presiden Tajikistan, Emomali Rahmon, juga telah mencela pemakaian jilbab, menganggapnya sebagai produk kebudayaan asing yang berbahaya.

Baca Juga: Joselu Tinggalkan Real Madrid Setelah Menerima Tawaran dari Al Gharafa

Pemerintah Tajikistan berpendapat bahwa jilbab bisa digunakan untuk menyembunyikan sesuatu yang berbahaya.

Selain itu, mereka juga berusaha melawan arus budaya barat yang mereka anggap tidak sesuai dengan tradisi Tajikistan. Meskipun demikian, banyak yang menganggap langkah ini berlebihan.

Bagi sebagian orang, kebijakan ini dianggap membuka mata bahwa dalam Islam, jilbab bukanlah kewajiban.

Baca Juga: Copa America 2024 : Kolombia vs Paraguay, James Rodriguez cs Menang 2-1

Namun, bagi yang lain, ini dianggap sebagai pengekangan kebebasan individu dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.***

Editor: SwandY

Tags

Terkini

Terpopuler