WARTA LOMBOK - Sebagaimana diketahui, pada asalnya aqiqah adalah hak anak yang sunnah dipenuhi oleh orang tuanya pada hari ketujuh dari kelahiran.
Bila belum terlaksana sampai melewati hari tersebut, orang tua masih disunnahkan aqiqah untuk anaknya hingga ia mencapai usai baligh.
Selepas baligh inilah orang tua sudah tidak disunahkan lagi mengaqiqahinya karena secara fiqih anak yang sudah baligh sudah mandiri tidak terikat dengan orang tuanya.
Baca Juga: Waspada! Berikut 8 Ciri-Ciri Wanita Munafik Dalam Islam yang Harus Dihindari
Justru kemudian saat mencapai usia baligh, anak yang bersangkutan diperbolehkan memilih antara mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. (Muhammad bin Umar Nawawi Al-Bantani, Tausyih ‘alâ Ibnil Qâsim, halaman 273).
Dari penjelasan tersebut kita ketahui bahwa sebenarnya yang dianjurkan beraqiqah adalah orang tua dan kemudian anak yang bersangkutan bila belum sempat diaqiqahi sampai usia balighnya. Lalu bagaimana hukum mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal?
Merujuk Keputusan Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) Se-Jawa Madura, hukum mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal diperbolehkan bila ada wasiat.
Hal ini disamakan dengan hukum berkurban untuknya yang juga seperti itu hukumnya. Secara lengkap rumusan bahtsul masail menyatakan:
“Mengaqiqohi orang tua yang masih hidup hukumnya boleh bila ada izin darinya. Sedangkan mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal dunia hukumnya juga diperbolehkan bila ada wasiat sebagaimana diperbolehkannya melakukan kurban atas nama mayit (menurut sebagian pendapat).” (Keputusan Komisi A Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren Se Jawa Madura di PP Nurul Cholil Bangkalan pada 8-9 Jumadal Ula 1429 H/14-15 Mei 2008 M).