Negara yang Mendidik, Refleksi Indonesia : Kini dan Masa Depan (Episode 1)

- 6 Maret 2023, 12:32 WIB
Dr. Bajang Asrin, Kaprodi S2 Pendas Universitas Mataram
Dr. Bajang Asrin, Kaprodi S2 Pendas Universitas Mataram /Dok. Warta Lombok/Mamiq Alki

Oleh: Dr. Bajang Asrin (Kaprodi S2 Pendas Universitas Mataram)

Negara; Kegelisahan  yang Datang

WARTA LOMBOK - Mengapa saya tertarik untuk menulis tentang negara? Saat suasana negara Indonesia mengalami hiruk pikuk, mempertanyakan keberadaan negara. Selama ini kita lihat bahwa negara identik dengan kekuasaan dengan segala keutamaan dan kelemahannya  pada kehidupan bermasyarakat. Negara memiliki kekuatan ideal menguasai individual dan kelompok-kelompok masyarakat. Negara membangun  idealisme masyarakat agar dapat membangun kehidupan lebih baik dan lebih mulia. Negara menjanjikan apa bagi individu dan kelompok.

Baca Juga: Indonesia U-20 Tidak Perlu Ngapa-Ngapain Lawan Tuan Rumah Uzbekistan Dipastikan Lolos Ke ¼ Final Piala Asia

Negara membuat  janji suci pada kelompok-kelompok sosial dan individu  sebagai motivasi dan spirit  menggambungkan diri pada negara. Kemudian negara mempunyai legitimasi kekuasaan dalam menetapkan konstitusi untuk mengembang amanat semua orang yang terlibat langsung atau tidak langsung  dalam mewujudkan negara. Konstitusi sebagai aturan dalam menjalankan roda kekuasaan hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip moral kemanusiaan universal dan keagamaan agar terbangun kesejajaran universal dalam menwujudkan masyarakat yang lebih adil.

Ada indivdu, kelompok-kelompok dominan dalam setiap negara, yang sangat mempengaruhi roda perjalanan kekuasaan, seperti tokoh-tokoh agama, politik, pribumi,  ilmuan, kelompok budayawan dan lain-lain. “Rakyat lemah”  sering kali sebagai pihak yang kurang beruntung pada negara yang sedang berkembang. Pada negara,  kelompok militer sangat berpengaruh. Apalagi pada awal negara dibangun, lepas dari kolonial, maka militer sering kali berada pada lapis terdepan dalam membangun tatanan negara, kekuatan militer seolah menjamin masa tranisi tersebut. Hal ini mungkin diakibatkan pada masih kurangnya komitmen kebangsaan yang kokoh dalam menyikapi perbedaan kelompok yang terjadi, yang cenderung memuncak sebagai suatu pertikaian politik, pertikaian fisik. Negara yang baru dibangun  senantiasa berada dalam krisis identitas, sering terjadi pertentangan ideologis, yang mengancam perpecahan. Biasanya kelompok militer yang mempunyai garis komando tunggal selalu respon terhadap pertentangan yang terjadi,  serta mengancam eksisstensi bangsa atau negara.

Baca Juga: Siswa MAN 1 Mataram Sumbang 8 Medali Pada Ajang PORPROV NTB Tahun 2023

Perjalanan negara-negara besar  untuk membangun masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik memang diawali dengan upaya keras dalam menciptakan visi kebangsaan yang kokoh. Visi kebangsaan yang kokoh adalah tertuang dalam dasar negara. Visi bernegara sebagai suatu perjanjian suci untuk mengikat semua individu dan kelompok dalam membangun kehidupan sosial , ekonomi, politik,  dan hukum yang lebih mulia dan baik. Visi negara mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Individu dan kelompok dalam bermasyarakat sering mempengaruhi dan mewarnai visi kebangsaan yang menjadi semangat konstitusi dalam menjalankan roda pemerintahan dan kenegaraan. 

Negara adalah lembaga tertinggi dan mulia bagi warganya untuk menjamin kedaulatan individu dalam kesamaan manusiawi, yang dibangun berdasarkan  konstitusi hubungan kemanusiaan universal. Negara memiliki wilayah yang sangat luas dalam membangun kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Untuk itu,  negara dalam mencipta terwujudnya kedaulatan rakyat, yang seungguhnya harus digerakkan  dengan nilai-nilai kemanusiaan universal yang diyakini, yang diharap dan dicita-citakan menjadi kepribadian suatu bangsa. Terbentuknya negara-negara pada masa perang dunia  pertama dan kedua memang berawal dari harapan dan cita-cita untuk dapat membangun kehidupan manusia  agar lebih baik, lebih sejahtera dengan tuntutan nilai-nilai kemanusiaan. Pendirian suatu negara, jika hanya disemangati dengan kesadaran  seetnis, seperjuangan sependeritaan, se-agama, seperti negara-negara yang lahir pada masa kolonialis, selalu mengalami benturan eksistensi kebangsaan. Negara ini sering dilanda pergolakan besar atau revolusi kepribadian anak bangsa untuk memperbaiki fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap negara yang dibangun dari percikan-percikan idealisme segelintir orang tercerahkan untuk  melihat realitas dan masa depan pembangunan umat. Negara merupakan komunitas manusia, suku, agama, keyakinan, dan pandangan hidup yang senantiasa membangun dinamika bagi kemajuan hidup  umat manusia. Dalam mengembangkan amant negara untuk membangun kehidupan kemanusiaan yang lebih baik dan mulia dibutuhkan aturan atau ketatanegaraan, yang sering disebut sistem ketatanegaraan. Ada amanat rakyat dan amanat negara  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diemban dan dilaksanakan. 

Amanat rakayat adalah prinsip-prinsip kemanusiaan universal  yang dimiliki masing-masing individu, sebagai anugrah Tuhan, agar dapat membangun kehidupan yang luhur dan mulia. Kemerdekaan, kebebasan, dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan nilai-nilai yang akan membangun rakyat dalam kedamaian.  Mempoisikan rakyat manusia pada kebutuhan material dan spiritualnya; di mana negara mampu memberikan harapan, membangkitkan harapan, akan menciptakan keyakinan tentang fungsi negara dalam hidup dan kehidupan.

Baca Juga: Fisika FTK UIN Mataram Laksanakan Sosialisasi Mitigasi Bencana di MAN 1 Loteng dan MA Nurul Haq Karang Bejelo

Tumbuhnya keyakinan pada negara terutama sekali didorong  dengan seberapa jauh negara mampu menerapkan nilai-nilai kehidupan yang luhur dalam bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara. Karena sering negara mengalami kelumpuhan akibat negara itu belum mampu mencipta penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai kebenaran dalam bernegara. Banyak negara-negara besar seperti Uni-Sovyet, Iran-ototarian, Indonesia-ototarian, Jerman-nazisme, mengalami kelumpuhan bernegara manakala nilai-nilai universal kemanusiaan tidak diindahkan dalam kehidupan bernegara. Nilai-nilai inilah sebagai perekat terkuat untuk menyatukan berbagai budaya, kepentingan, dan kelompok-kelompok politik dalam mewujudkan negara demokratis.

Pada negara-negara modern sekarang ini, tampaknya telah terbawa pada relasi nilai-nilai kemanusiaan dengan berbagai kehidupan manusia yang lebih mendunia, kalau tidak dikatakan sekuler. Menguatnya pola hidup materialistis disebabkan dengan kebutuhan manusia dalam menikmati kekayaan fisik, telah mengarahkan negara-negara modern berada dalam jaringan materialisme. Bahkan kuatnya pengaruh kafitalisme dalam membangun negara semakin memperkokoh  negara-negara modern yang mengembangkan sayap ekonomi pada negara-negara miskin dan sedang berkembang. Bahkan alasan-alasan ekonomi digunakan untuk menekan negara-negara miskin dan berkembang. Dari kondisi seperti ini muncul konsep dan keyakinan  tentang negara itu akan mengarahkan umat manusia agar mampu membangun kehidupan yang cenderung materialisme dalam memahami kehidupan bernegara untuk manusia.

Orang kafitalis menempatkan pembangunan ekonomi yang dikuasai oleh segelintir orang. Masyarakat berada dalam kelas-kelas atau kelompok dalam menyikapi masalah negara. Negara kafitalis cenderung membangun “kawasan elite” dalam berbagai kehidupan bernegara dan berbangsa, seperti ekonomi, politik, sosial-budaya dan hukum. Spesifikasi perilaku bernegara  sering kali hanya menguntungkan segelintir  orang yang berada dalam “bingkai teratas”, dari kelompok-kelompok sosial yang ada. Fenomena ini tampak sekali di negara-negara Barat dan Erofa. Kuatnya persaingan kelompok borjuis dan buruh terkadang mengundang gejolak yang sangat menghawatirkan bagi stabilitas ekonomi. Borjuis dan buruh saling menekan seperti di Inggris dan lain-lain.

Berkembangnya negara-negara modern di kawasan Erofa, Amerika, Asia, dan Afrika telah melahirkan bentuk relasi internasional yang terkadang memrugikan negara-negara miskin. Dominasi negara modern plus-kafitalis dalam berbagai hubungan internasional  telah mengakibatkan ketergantungan negara-negara miskin dalam menyikapi masalah-masalah dalam negeri terutama pembangunan ekonomi dan politik. Amerika dan beberapa negara Erofa sangat mendominasi dalam tata hubungan internasional ini. Bahkan secara tidak langusng negara-negara maju ikut campur dalam menentukan arah pembangunan negara-negara berkembang.  Instrumen yang digunakan adalah lembaga-lembaga kafitalis berlevel internasional. Nilai-nilai kemanusiaan universal terkooptasi dengan lembaga kepentingan ekonomi, politik  dan budaya negara modern kepada negara miskin. Bahkan organisasi internasional bergengsi seperti PBB terkadang digunakan untuk menekan negara-negara miskin dan berkembang.

Baca Juga: 10 Buah Untuk Meredakan panas Dalam, Buah Yang Ke 9 Dapat Mencegah Panas Dalam dan Sangat Sering Dijumpai

Baik, sekarang kita kembali untuk membicarakan bagaimana sesungguhnya negara itu menjadi bagian dari kehidupan manusia yang sangat pening dan bermanfaat. Negara harus memberikan daya dorong dan semangat yang kuat untuk menciptakan pembebasan  manusia dari  masalah-masalah kehidupan yang membelenggu kebebasan individual. Benar, bahwa negara  harus ditata berdasarkan konstitusi sebagai pegangan berasama dalam menjalankan roda pemerintahan. Tapi suatu hal yang sangat mutlak adalah bahwa negara tidak saja dibangun atas  dasar negara sebagai milik negara, dalam makna yang sangat sempit. Nilai-nilai kebenaran, nilai keadilan, nilai tanggung jawab dalam berbagai bentuk kehidupan harus merupakan landasan moral untuk membangun umat manusia. Mungkin atas dasar nilai-nilai ini kita perlu memberi penafsiran yang lebih mulia bahwa negara-manusia bukanlah suatu hubungan hirarkis, sebagaimana dipahami kerajaan-kerajaan kuno masa lampau. Akan tetapi negara-manusia merupakan hubungan saling ketergantungan untuk mewujudkan kehidupan manusia lebih bermakna dan dialogis dengan sesama kelompok komunal di dalam negara itu.

Dalam bangunan negara memang banyak pihak yang berperan dalam menjalankan roda kenegaraan.  Pada tulisan ini, ingin menerangkan pihak-pihak yang sangat berperan untuk menggerakkan negara  agar senantiasa berada  dalam koridor aturan yang demokratis. Pada awal tulisan ini telah disebutkan secara sepintas, dan lebih mengacu pada komunitas yang mengisi negara.  Tentu uraian ini tidak sangat tergantung dengan model Trias Politica Rossou dengan membagi lembaga pada legislative, eksekutif dan yudikatif. Akan tetapi pada bagaimana kelompok-kelompok politik, agama, sosial budaya  serta kalangan professional dalam membangun “arah negara” sebagai suatu bentuk lembaga  yang sangat memperhatikan sisi manusiawi negara-negara. Marilah satu persatu kita melakukan rekonstruksi  mendasar dan filosofis  dalam memahami negara sebagi suatu sistem kehidupan manusia. (Lanjut….).***

Editor: Mamiq Alki


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah