Oleh: Dr. Bajang Asrin (Kaprodi S2 Pendas Universitas Mataram)
Negara; Kegelisahan yang Datang
WARTA LOMBOK - Mengapa saya tertarik untuk menulis tentang negara? Saat suasana negara Indonesia mengalami hiruk pikuk, mempertanyakan keberadaan negara. Selama ini kita lihat bahwa negara identik dengan kekuasaan dengan segala keutamaan dan kelemahannya pada kehidupan bermasyarakat. Negara memiliki kekuatan ideal menguasai individual dan kelompok-kelompok masyarakat. Negara membangun idealisme masyarakat agar dapat membangun kehidupan lebih baik dan lebih mulia. Negara menjanjikan apa bagi individu dan kelompok.
Negara membuat janji suci pada kelompok-kelompok sosial dan individu sebagai motivasi dan spirit menggambungkan diri pada negara. Kemudian negara mempunyai legitimasi kekuasaan dalam menetapkan konstitusi untuk mengembang amanat semua orang yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam mewujudkan negara. Konstitusi sebagai aturan dalam menjalankan roda kekuasaan hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip moral kemanusiaan universal dan keagamaan agar terbangun kesejajaran universal dalam menwujudkan masyarakat yang lebih adil.
Ada indivdu, kelompok-kelompok dominan dalam setiap negara, yang sangat mempengaruhi roda perjalanan kekuasaan, seperti tokoh-tokoh agama, politik, pribumi, ilmuan, kelompok budayawan dan lain-lain. “Rakyat lemah” sering kali sebagai pihak yang kurang beruntung pada negara yang sedang berkembang. Pada negara, kelompok militer sangat berpengaruh. Apalagi pada awal negara dibangun, lepas dari kolonial, maka militer sering kali berada pada lapis terdepan dalam membangun tatanan negara, kekuatan militer seolah menjamin masa tranisi tersebut. Hal ini mungkin diakibatkan pada masih kurangnya komitmen kebangsaan yang kokoh dalam menyikapi perbedaan kelompok yang terjadi, yang cenderung memuncak sebagai suatu pertikaian politik, pertikaian fisik. Negara yang baru dibangun senantiasa berada dalam krisis identitas, sering terjadi pertentangan ideologis, yang mengancam perpecahan. Biasanya kelompok militer yang mempunyai garis komando tunggal selalu respon terhadap pertentangan yang terjadi, serta mengancam eksisstensi bangsa atau negara.
Baca Juga: Siswa MAN 1 Mataram Sumbang 8 Medali Pada Ajang PORPROV NTB Tahun 2023
Perjalanan negara-negara besar untuk membangun masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik memang diawali dengan upaya keras dalam menciptakan visi kebangsaan yang kokoh. Visi kebangsaan yang kokoh adalah tertuang dalam dasar negara. Visi bernegara sebagai suatu perjanjian suci untuk mengikat semua individu dan kelompok dalam membangun kehidupan sosial , ekonomi, politik, dan hukum yang lebih mulia dan baik. Visi negara mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Individu dan kelompok dalam bermasyarakat sering mempengaruhi dan mewarnai visi kebangsaan yang menjadi semangat konstitusi dalam menjalankan roda pemerintahan dan kenegaraan.
Negara adalah lembaga tertinggi dan mulia bagi warganya untuk menjamin kedaulatan individu dalam kesamaan manusiawi, yang dibangun berdasarkan konstitusi hubungan kemanusiaan universal. Negara memiliki wilayah yang sangat luas dalam membangun kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Untuk itu, negara dalam mencipta terwujudnya kedaulatan rakyat, yang seungguhnya harus digerakkan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal yang diyakini, yang diharap dan dicita-citakan menjadi kepribadian suatu bangsa. Terbentuknya negara-negara pada masa perang dunia pertama dan kedua memang berawal dari harapan dan cita-cita untuk dapat membangun kehidupan manusia agar lebih baik, lebih sejahtera dengan tuntutan nilai-nilai kemanusiaan. Pendirian suatu negara, jika hanya disemangati dengan kesadaran seetnis, seperjuangan sependeritaan, se-agama, seperti negara-negara yang lahir pada masa kolonialis, selalu mengalami benturan eksistensi kebangsaan. Negara ini sering dilanda pergolakan besar atau revolusi kepribadian anak bangsa untuk memperbaiki fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap negara yang dibangun dari percikan-percikan idealisme segelintir orang tercerahkan untuk melihat realitas dan masa depan pembangunan umat. Negara merupakan komunitas manusia, suku, agama, keyakinan, dan pandangan hidup yang senantiasa membangun dinamika bagi kemajuan hidup umat manusia. Dalam mengembangkan amant negara untuk membangun kehidupan kemanusiaan yang lebih baik dan mulia dibutuhkan aturan atau ketatanegaraan, yang sering disebut sistem ketatanegaraan. Ada amanat rakyat dan amanat negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diemban dan dilaksanakan.
Amanat rakayat adalah prinsip-prinsip kemanusiaan universal yang dimiliki masing-masing individu, sebagai anugrah Tuhan, agar dapat membangun kehidupan yang luhur dan mulia. Kemerdekaan, kebebasan, dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan nilai-nilai yang akan membangun rakyat dalam kedamaian. Mempoisikan rakyat manusia pada kebutuhan material dan spiritualnya; di mana negara mampu memberikan harapan, membangkitkan harapan, akan menciptakan keyakinan tentang fungsi negara dalam hidup dan kehidupan.
Tumbuhnya keyakinan pada negara terutama sekali didorong dengan seberapa jauh negara mampu menerapkan nilai-nilai kehidupan yang luhur dalam bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara. Karena sering negara mengalami kelumpuhan akibat negara itu belum mampu mencipta penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai kebenaran dalam bernegara. Banyak negara-negara besar seperti Uni-Sovyet, Iran-ototarian, Indonesia-ototarian, Jerman-nazisme, mengalami kelumpuhan bernegara manakala nilai-nilai universal kemanusiaan tidak diindahkan dalam kehidupan bernegara. Nilai-nilai inilah sebagai perekat terkuat untuk menyatukan berbagai budaya, kepentingan, dan kelompok-kelompok politik dalam mewujudkan negara demokratis.
Pada negara-negara modern sekarang ini, tampaknya telah terbawa pada relasi nilai-nilai kemanusiaan dengan berbagai kehidupan manusia yang lebih mendunia, kalau tidak dikatakan sekuler. Menguatnya pola hidup materialistis disebabkan dengan kebutuhan manusia dalam menikmati kekayaan fisik, telah mengarahkan negara-negara modern berada dalam jaringan materialisme. Bahkan kuatnya pengaruh kafitalisme dalam membangun negara semakin memperkokoh negara-negara modern yang mengembangkan sayap ekonomi pada negara-negara miskin dan sedang berkembang. Bahkan alasan-alasan ekonomi digunakan untuk menekan negara-negara miskin dan berkembang. Dari kondisi seperti ini muncul konsep dan keyakinan tentang negara itu akan mengarahkan umat manusia agar mampu membangun kehidupan yang cenderung materialisme dalam memahami kehidupan bernegara untuk manusia.
Orang kafitalis menempatkan pembangunan ekonomi yang dikuasai oleh segelintir orang. Masyarakat berada dalam kelas-kelas atau kelompok dalam menyikapi masalah negara. Negara kafitalis cenderung membangun “kawasan elite” dalam berbagai kehidupan bernegara dan berbangsa, seperti ekonomi, politik, sosial-budaya dan hukum. Spesifikasi perilaku bernegara sering kali hanya menguntungkan segelintir orang yang berada dalam “bingkai teratas”, dari kelompok-kelompok sosial yang ada. Fenomena ini tampak sekali di negara-negara Barat dan Erofa. Kuatnya persaingan kelompok borjuis dan buruh terkadang mengundang gejolak yang sangat menghawatirkan bagi stabilitas ekonomi. Borjuis dan buruh saling menekan seperti di Inggris dan lain-lain.
Berkembangnya negara-negara modern di kawasan Erofa, Amerika, Asia, dan Afrika telah melahirkan bentuk relasi internasional yang terkadang memrugikan negara-negara miskin. Dominasi negara modern plus-kafitalis dalam berbagai hubungan internasional telah mengakibatkan ketergantungan negara-negara miskin dalam menyikapi masalah-masalah dalam negeri terutama pembangunan ekonomi dan politik. Amerika dan beberapa negara Erofa sangat mendominasi dalam tata hubungan internasional ini. Bahkan secara tidak langusng negara-negara maju ikut campur dalam menentukan arah pembangunan negara-negara berkembang. Instrumen yang digunakan adalah lembaga-lembaga kafitalis berlevel internasional. Nilai-nilai kemanusiaan universal terkooptasi dengan lembaga kepentingan ekonomi, politik dan budaya negara modern kepada negara miskin. Bahkan organisasi internasional bergengsi seperti PBB terkadang digunakan untuk menekan negara-negara miskin dan berkembang.
Baik, sekarang kita kembali untuk membicarakan bagaimana sesungguhnya negara itu menjadi bagian dari kehidupan manusia yang sangat pening dan bermanfaat. Negara harus memberikan daya dorong dan semangat yang kuat untuk menciptakan pembebasan manusia dari masalah-masalah kehidupan yang membelenggu kebebasan individual. Benar, bahwa negara harus ditata berdasarkan konstitusi sebagai pegangan berasama dalam menjalankan roda pemerintahan. Tapi suatu hal yang sangat mutlak adalah bahwa negara tidak saja dibangun atas dasar negara sebagai milik negara, dalam makna yang sangat sempit. Nilai-nilai kebenaran, nilai keadilan, nilai tanggung jawab dalam berbagai bentuk kehidupan harus merupakan landasan moral untuk membangun umat manusia. Mungkin atas dasar nilai-nilai ini kita perlu memberi penafsiran yang lebih mulia bahwa negara-manusia bukanlah suatu hubungan hirarkis, sebagaimana dipahami kerajaan-kerajaan kuno masa lampau. Akan tetapi negara-manusia merupakan hubungan saling ketergantungan untuk mewujudkan kehidupan manusia lebih bermakna dan dialogis dengan sesama kelompok komunal di dalam negara itu.
Dalam bangunan negara memang banyak pihak yang berperan dalam menjalankan roda kenegaraan. Pada tulisan ini, ingin menerangkan pihak-pihak yang sangat berperan untuk menggerakkan negara agar senantiasa berada dalam koridor aturan yang demokratis. Pada awal tulisan ini telah disebutkan secara sepintas, dan lebih mengacu pada komunitas yang mengisi negara. Tentu uraian ini tidak sangat tergantung dengan model Trias Politica Rossou dengan membagi lembaga pada legislative, eksekutif dan yudikatif. Akan tetapi pada bagaimana kelompok-kelompok politik, agama, sosial budaya serta kalangan professional dalam membangun “arah negara” sebagai suatu bentuk lembaga yang sangat memperhatikan sisi manusiawi negara-negara. Marilah satu persatu kita melakukan rekonstruksi mendasar dan filosofis dalam memahami negara sebagi suatu sistem kehidupan manusia. (Lanjut….).***