Network
Oleh: Nurmasyitah (Mahasiswa S3 Pendidikan IPA UNS dan Dosen Pendidikan Fisika, Universitas Samudra)
WARTA LOMBOK - Perkembangan IPTEK terus menerus berubah mengikuti perkembangan zaman, salah satu buktinya adalah rekayasa dari suatu material yang dapat menghasilkan karakteristik baru dengan cara memanipulasi ukurannya menjadi sangat kecil melalui metode penelitian nano. Perkembangan penelitian terkait teknologi nano juga mempengaruhi riset teknologi nano di Indonesia.
Terdapat perkumpulan peneliti dan penggiat teknologi nano yang disebut Masyarakat Nano Indonesia (MNI) sejak tahun 2005. Nanoteknologi dapat didefinisikan sebagai sebuah teknologi pada material berskala nanometer (nm) yakni berkisar antara 1-100 nm.
Baca Juga: Nano Teknologi Bahan Alam: Masa Depan Kontruksi Berkelanjutan
Kata nano diambil dari bahasa Yunani yaitu “nanos” yang berarti kecil (Fauza, et.al., 2021). Nanoteknologi mempunyai potensi untuk meningkatkan pengembangan sumber energi konvensional dan terbarukan seperti energi panas bumi, matahari, angin, air, pasang surut atau biomassa. Hal ini mempunyai dampak yang tinggi pada sektor energi energi surya dan penyimpanan energi.
Inovasi nanoteknologi dapat berdampak pada setiap bagian rantai nilai tambah di sektor energi. Teknologi nano berkaitan dengan penyimpanan energi, penerapan energi surya, peningkatan daya dan efisiensi serta pengurangan biaya. Contoh yang paling relevan adalah pembuatan sel surya berbiaya rendah, peningkatan kepadatan penyimpanan baterai, peningkatan kapasitas penyimpanan, kinerja yang lebih tinggi, dan peningkatan efisiensi pembangkit listrik tenaga surya.
Sel surya merupakan salah satu penerapan teknologi nano yang dimanfaatkan untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Teknologi fotovoltaik yang digunakan dalam ukuran nano tergolong generasi ketiga yang terdiri dari kuantum dot, semikonduktor berstruktur nano, dan silikon amorf.
