HMI DULU DAN KINI, KONEKTIVITAS KADER DAN ALUMNI

- 5 Februari 2024, 17:16 WIB
Marsoan.
Marsoan. /Dok. Warta Lombok/Mamiq Alki

Oleh: MARSOAN (Ketua Umum HMI Cabang Selong 2007-2009, Majelis Pakar MD Kahmi Lombok Timur, Wakil Sekretaris MW Kahmi NTB)

WARTA LOMBOK - Perjalanan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sejak berdiri 5 Februari 1947 di Yogyakarta selalu menarik di reviu oleh kader HMI dan para alumni yang pernah menjadikan wadah hijau hitam (Sebutan para Kader dan alumni, merujuk pada warna bendera HMI) Sebagai wadah berlajar kurikulum kebangsaan dan ke-islaman, berdiri dimasa kemerdekaan republik Indonesia, sehingga visi awalnya adalah “Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam”

Hampir Semua kader dan alumni mafhum saat mengikuti basic Training pada materi history dan mision HMI, bahwa awal berdiri HMI turut serta merwarnai pergolakan kemerdekaan RI, membentuk Korps angkatan bersenjata membantu ABRI kini TNI sampai pada fase perang pikiran dan fisik melawan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Baca Juga: Rayakan Milad HMI ke-77: Berikut Makna Filosofi Logo, Lengkap dengan Link Download dan Twibbon

Di era orde Baru, Para alumni Hijau Hitam menjadi salah satu bagian Tim perumus pembentukannya, bahkan mejadi bagain pungawa kerjaan Orde Baru dalam mengoperasikan kekuasaan selama 32 tahun, tidak sedikit para alumni menjadi bagaian Organsiasi kemasyarakat Golongan Karya ( Golkar) sebelum berubah menjadi Partai Golongan Karya ( Partai Golkar) pasca Reformasi. Dinamika penguasa dan oposisi juga mewarnai kisah kasih para alumni terutama para alumni yang berada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai menivestasi partai Masyumi yang dibubarkan oleh Orde Lama.

Siklus tekan menakan antara alumni penguasa dan oposisi tidak membuat HMI berubah warna, tetap menjadi Organisasi pengkaderan dan kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde baru yang dianggap keluar dari Visi pembentukan negara Merdeka, bahkan dinamika politik antar senior seolah-olah menjadi dua kamar terpisah, namun pola pergolakan yang sama.

Pada kamar HMI terutama di PB HMI, sedang terjadi fase pergolakan pemikiran atau yang sering di kelompokkan Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 – 1998) yang di pelopori oleh Ketua Umum PB HMI Nucholis Madjid (Caknur). Caknur menekankan pentingnya Pembaharuan Pemikiran islam, bias dari pergolakan pemikiran aktivis HMI ini, elit-elit orde baru merasa hawatir akan terjadi rongrongan dari dalam dan akan mengamcam kekuasaan presiden Soeharto saat itu, untuk mentertibkan arus pemikiran pembaharuan tersebut, Orde baru menetapkan azas tunggal, yakni Asas pancasila, sebagai satu-satusnya azas semua organiasi kemahasiswa, dan kekuasaan memaksa HMI merubah dari azas Islam menjadi Asas Pancasila, kebijakan pemerintah orde Baru berdampak signifikan terhadap dinamikan organiasasi HMI.

Pada Kongres HMI ke-XVI Padang Sumatera barat tanggal, 24-31 Maret 1986, HMI pecaah menjadi dua. Kelompok yang ingin berdamai dengan kekuasaaan untuk mempertahan kan eksistensi organisasi menerima Azas tunggal pancasila dan sering disebut HMI-Dipo karena menempati Sekretriat di Jalan Dipenogoro Menteng-Jakarta Pusat, sedangkan kelompok yang menolak Azas pancasila menyebut diri sebagai Majelis Penyelamat Organiasasi (MPO) sebagai anti tesa HMI-Dipo yang berdamai dengan Orde Baru.

Baca Juga: Ditanya Anies soal Perlindungan Perempuan, Prabowo Malah Jawab Makan Gratis untuk Ibu Hamil

HMI DIPO dan MPO Adalah Pemekaran Otonomi Wilayah Baru

Tap MPR Rl No : ll/MPR/1978 yang mengatur tentang Satu-satu Azas tunggal pancasila bagi Seluruh Organiasasi Kemasyarakatan, telah dicabut melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR Tahun 1998 Nomor XVIII/MPR/1998, namun tidak liear dengan kelembagaan Struktur HMI. DIPO dan MPO tetap menjadi dua kamar, kendati AD/ART HMI Dipo terlah berubah pada Kongres Jambi 1999 HMI kembali ke Khittah kembali kepada asas Islam.

Usaha-usaha Alumni menyatukan dua kamar HMI Dipo-MPO tidak pernah berhasil, termasuk pada Kongres ke XXV di makasar saat mejadi Sekrtetaris Umum HMI cabang Selong Tahun 2006 dan Kongres Ke XXVI di Palembang 2008. Bahwa wacana penyatuan tersebut masih basah bergulir jelang-jelang Kongres HMI, kendati Ikhtiar bertepuk sebelah tangan antara Alumni dan pengurs HMI, baik DIPO dan MPO.

Bagi saya Penyatuan ini tidak Perlu. Tidak perlu bukan berarti tidak wajib, Hukum jalan tengahnya adalah Sunnah, bila bersatu baik untuk keduanya, bila tidak, juga tidak berdosa bagi HMI dan Alumni. Menyatukan struktur HMI DIPO dan MPO yang sudah rapi strukturnya tentu hanya membuang-membuang energi, belum lagi claim antar kader yang berbeda-beda terkaiat karakter pengoperasian mesin organiasasi. DIPO dianggap lebih ramah dengan kekuasaan dan MPO lebih menganggap diri lebih independent dari intervensi kekuasaan.

Bagi saya HMI DIPO dan MPO bukan sekedar pecah sel, namun lebih dari strategi pembentukan wilayah otonomi baru dengan visi yang sama “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Alloh SWT”.

HMI DIPO dan MPO adalah dua mesin Produksi kader HMI, yang beroperasi pada wilayah Perguruan tinggi yang sama, dengan pola pengkaderan yang hampir sama dengan istilah yang sedikit berbeda, sebagai peneggasan perbedaan pola DIPO dan MPO. Bahkan DIPO dan MPO dua organiasasi yang paling banyak memproduksi Alumni HMI yang secara sadar dan tidak sadar bergabung dan digabungkan dalam Organiasai alumni Korps Alumni HMI (KAHMI), menariknya di wadah Korps Alumni tidak pernah terdengar suara sumbang dan sayup, latar belakang mereka saat menjadi kader, semuanya melebur menggunakan identitas satu, Alumni HMI. Ini artinya Kahmi-lah yang paling banya mendapat faedah atas eksistensi HMI DIPO-MPO, KAHMI bila di ibaratkan perusahan, dia adalah Hollding Company, membuat dua cabang perusahaan untuk meraup faedah kebangsaan dan Ke-Islaman seber-besarnya.

MEBEDA- BEDAKAN PERLAKUAN TERHADAP KEDUANYA, CERMIN MINUS AKHLAQ KE-HMI-AN ALUMNI

Saya adalah salah satu alumni yang tidak suka dan tidak simpati dengan para alumni yang membeda-bedakan perlakuan terhadap keduanya, bagi saya HMI DIPO dan MPO hanya berbeda kamar masih satu rumah dengan cat dinding hijau-hitam. Kehadiran keduanya adalah sebuah keniscayaan, bahkan saya termasuk orang yang bangga bila peristiwa masa lampu HMI di sebuat “Perpecahan organiasasi”, untuk mempermudah narasi kita, namun perpecahan HMI DIPO dan MPO sungguh perpecahan yang bermartabat, dinamika organiasasi yang berkualiatas. Peristiwa masa lampau HMI tersbut menujukkan betapa hebatnya pergolakan pemikiran Kader-Kader HMI.

DIPO berdamai dengan orde baru, menganggap diri sebagai salah satu strategi bertahan agar tidak di libas oleh kekuasaan, dan pada telah terbukti kembali Khitaah Azas Islam, Semntara HMI-MPO bertahan dengan keyakinannya, berdamai dengan pemerintah orde baru kyang memaksakan azas tunggal adalah penghianatan organiasi. Dan pada ahirnya sejarah pula yang mencatat dinamika oraniasi HMI masa lampau enak di kenang dan diceritakan kepada kader, karena narasi dinamikanya berkualiatas, kita bayangkan kalau perpecahan tersebut karena persoalan amoral, justeru kita malu menulis dan mengenangnya.

Sikap like dan dislike belakangan yang menimpa sebagian para Alumni yang bermukim di kabupaten Lombok Timur terhadap kehadiran HMI-MPO, menujukkan akhlak yang minus terhadap cita-cita besar HMI, pada Aspek Visi “ Benafaskan Islam dan bertanggung Jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur” karena terkadang Ucapan para senior yang memberikan sambutan saat menghadri undangan adek-adek HMI tidak linear pada Ucapan “hasil yang baik tergantung pada proses yang baik”.

Bahkan diluar prediksi dan sebelumnya tidak jarang HMI Cabang DIPO dan MPO merekrut kader dengan jumlah yang sama pada waktu yang sama, dengan pergerakan dua mesin produksi Kader dan Alumni ini saya yakin Lombok Timur akan lebih cepat memenuhi target bonus demografis, karena memiliki penduduk yang visioner, gelisah terhadap keadaan dirinya dan masa depan bangsanya.

MEMINIMALISIR TEKANAN ALUMNI TERHADAP STRUKTURAL PB HMI DAN HMI CABANG

Kongres HMI dan Konfrensi Cabang HMI tidak sedikit diwarnai dengan aksi kekerasan, Kebiasaan perang ide gagasan yang dicontohkan oleh para senior HMI di era 70-80-an seolah-olah kehilangan ruh, tidak sedikit instansi pengambilan keputusan di Timngkat PB HMI dan cabang berahir dengan kekerasan fisik, pelemparan palu sidang, kursi dan dan botol air mineral, sidang-sidang pleno pada Kongres HMI tidak lebih bermartabat dengan Sidang Badan Penyelidik Usaha – Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUKI). Kongres HMI persis seperti pemilihan umum ( Pemilu) semua TPS dijaga Personil TNI-Polri, yang secara tidak langsung menggambarkan ada potensi kecurangan yang bersifat Terstruktur, Sistimatis dan Masif (TSM), atgara Peserta utusan, peninjau Organizing Comitte (OC) dan Steering Comitee (SC).

Kecurigaan antara peserta dan penyelengara tidak terlepas dari cawe-cawe para senior dengan motif berbeda-beda, ada motif Marwah Senior, marwah irisan Cabang, sampai pada motif politik-kekuasaan agar adek-adek tertib mengoperasikan organiasasi di Program kerja Bidang-bidang eksternal, minimal kasi kode, kalau mau mengkritisi Pemerintah Karena tidak sedikit para alumni mengoperasikan kekuasaan mulai dari pejabat BUMN, Pejabat eksekutif, legsilatif dan yudikatif, atau bisa sebaliknya Tim pengarah menjadi opisis, agar kritis terhadap Keuasaan.

Idependesni Pengurus HMI setenagh badan, kemerdekaan yang diatur sebagian kakanda dan Ayunda, telah melumpukan mesin produksi ide dan gagasan kader HMI, saya hawatiir puluhan tahun kedepan, kader HMI berlimpah, tapi kering dengan ide gagasan, HMI tidak lebih sebagai organiasi paguyuban, wadah kangen-kangenan, dan wadah menguatkan pangilan kakanda, Abangda dan Ayunda. Sementara kutup lain, sebagian pula para lumni menaruh harapan besar Kepada HMI agar kembali Ke-Khittah, berjuang atas dasar kemanusian, membela hak-hak Kuam Mustadafien, mengingatkan penmerintah dengan cara-cara bermartabat, bila dipandang telah melenceng dari konstitusi, KAHMI dan Alumni hanya sebagai garis Koordinasi, Konsultasi, sementara garis Intruksi ada Forum-Forum pengabilan Keputusan Tingkat pusat dan cabang.

Baca Juga: Fahri Hamzah, Gagasan Strategis Prabowo, Makan Siang Gratis: Solusi Untuk Mengatasi Stunting di Indonesia

Intervensi yang berlebihan kepada Stuktural HMI tidak hanya melahirkan kader pragmatis, opurtunis, namun pragmais di hawatirkan menjadi karakter sebagain Pengurs HMI diberbagai tingkatan, maka akan terjadi dua gersekan dua kutup yang sama, tidak mungkin terhindarkan suatu saat siklus ditekan dan menakan antara HMI dan Alumni jamak terjadi. Salah satu indikator karakter Pragmatis kader adalah dinamika tidak sehat dalam peralihan kepemimpinan HMI, baik ditingkat Pusat (PB HMI) maupun ditingkat cabang. Kepemimpinan di struktural HMI dianggap perebutan wilayah kekuasaan, dengan cara-cara layaknya partai Politik, tentu bagi yang aktif di struktural KAHMI mengerti bahwa Kongres HMI high cost. Cost yang tinggi ini bukan hanya pada operasional penyelenggaraan Kongres, namun terbaran cost di luar arena kongres angkanya mengegrikan, dan jamak pula terjadi masing-masing kadidat ketua umum mempunyai irisan alumni, dan kekuasaan politik masing-masing termasuk sumber pendanaan suksesi, kelihatan sederhana, namun sebagai alumnui mengingkan HMI hadir sepajang peradaban bangsa, merasa hawatir Organ Hijau Hitam akan punah, menjadi situs yang di teliti oleh akademisi melalui berbagai sumber pustaka. HMI yang gemilang hanya lenjadi literasi, HMI-KAHMI tidak lagi bersenggama dengan visi kebangsaan dan Ke-islaman, dia hanya masa lalu, dan terkadang untuk mengganti kerinduan, KAHMI memperkarsai Film Perjuangan HMI, dengan adegan lupa-lupa ingat, persis namun tidak sama.

Baca Juga: Influencer Marshel Widianto Menilai Gagasan Prabowo dalam Debat Pamungkas Masuk Akal dan Mudah Dimengerti

PLUS MINUS HMI KONEKSI SEBUAH OTOKRITIK

Tidak bisa dipungkiri distribsui alumni di berbagai Profesi, Penyelangagra Pemerintah, pejabat Publik, ada peran-peran koneksi antar alumni atas dasar ikatan emosioanal HMI, tidak sedikit jabatan yang didapatkan bukan atas kemitraan profesional, namun karena hubungan emosional semata, ,bahkan tidak sedikit ketika salah satu senior yang dianggungkan berkumpul satu wadah partai politik, atau jabatan publik lainnya, akan merangkul para alumni yang dia kenal sendiri, atau yang direkom sesama alumni.

Uji Kompetensi melaui media tes Tulis, wawancara dan tes Scilogis, hanya aksi menggugurkan administrasi, dampaknya yang tidak kita sasari adalah Praktif-praktik Nefotis telah tumbuh suburkan, sementara disetiap narasi orarsi kkebangsaan kita, pratik-praktik tersebut kita kritisi dan tidak sedikit kita benci. Narsi kebencian terhadap pratik nepotis menjadi hedline dihalaman depan media massa kita. Dan tidak sedikit pula kita bersadiwara memberikan pengharagaan berupa berupa piagam Abu bakar Assidiq Award, kendati satu sisi kita bangga banyaknya para alumni yang terserap di berbagai jabatan Publik, bahkan pernah dalam satu kabinet Presiden terbebtuk Komisariat Meneteri Alumni HMI. ya cukup membagakan, minimal menambah bahan kita untuk bercerita kepada calon kader HMI yang sedang melaksanakan Masa Perkenalan Anggota (MAPERCA), bahwa Sebaran Alumni hampir di semua cabang kekuasaan, ahirnya jumlah Alumni pada profesi penyelenggra negara jauh lebih besar dibandingkan sektor lainnya.Ahirnya Selamat Milad HMI ke-77, semoga oragniasi yang kita cintai ini, tetap eksis di jalan kebenaran dan keadilan. Yakin Usaha Sampai.***

Editor: Mamiq Alki


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x