Indonesia Rawan Bencana, Jadi Alasan Pentingnya Pendidikan Mitigasi bagi Anak-Anak Sekolah Sejak Dini

- 12 Juni 2024, 15:32 WIB
Ilustrasi seorang anak yang sedang berada di dalam kelas
Ilustrasi seorang anak yang sedang berada di dalam kelas /Pixabay.com/JhonDL

WARTA LOMBOK - Tidak banyak yang tahu, ternyata anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan kala terjadi sebuah bencana.

Hal tersebut dikarenakan dampak bencana yang dirasakan oleh anak-anak jauh lebih besar ketimbang orang dewasa.

Namun sangat disayangkan, saat ini fasilitas pendidikan maupun umum belum mumpuni untuk bisa melindungi anak-anak dari potensi bencana yang ada di Indonesia.

Baca Juga: Mahasiswa Unram Gelar Kegiatan Penyuluhan tentang Pentingnya Kesadaran Lingkungan

Kenyataan itu pun merupakan ungkapan dari salah seorang Dosen Kesehatan Masyarakat di Universitas Negeri Semarang (UNNES), yakni Evi Widowati, di acara Webinar Nasional Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dengan tema "Membangun Indonesia Tangguh Bencana".

"Namun, saat ini, sekolah di Indonesia belum sepenuhnya aman dan ramah anak. Fasilitas pendidikan berada pada urutan pertama yakni 63 persen dari total kerusakan fasilitas akibat bencana di Indonesia tahun 2016 hingga 2018," ucap Evi, dikutip Warta Lombok dari Pikiran-Rakyat.com pada Rabu, 12 Juni 2024.

Program SPAB sebagai Solusi Keselamatan

Memberikan pendidikan soal keselamatan kepada anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah merupakan hal yang sangat penting tuk dilakukan. Salah satu caranya yakni dengan mengadakan Program SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana).

Baca Juga: FTK UIN Mataram Benchmarking ke Universiti Utara Malaysia dan International Islamic University of Malaysia

Program ini memiliki dampak yang positif bagi anak-anak, dalam rangka memberikan pendidikan keselamatan di sekolah sejak dini.

Program SPAB ini juga merupakan sebuah upaya pencegahan dan penanggulangan dampak bencana di satuan pendidikan. 

"Program ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan pada satuan pendidikan sebelum terjadinya bencana, ketika terjadinya bencana, maupun setelah terjadinya bencana, dengan berbasis pengurangan risiko bencana, inklusif, ramah anak dan mendorong kesetaraan, efektif dan menyenangkan, kerjasama lintas sektor, dan akuntabilitas," ucap Dosen Kesehatan Masyarakat tersebut.

Baca Juga: SDIT Anak Sholeh Mataram Melaksanakan Study Banding ke Jawa Timur

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI, yakni Prof. Bambang Wispriyono, mengatakan bahwa Indonesia merupakan lokasi strategis untuk terjadinya bencana alam maupun non-alam ataupun sosial dengan letak geografisnya yang berada di Cincin Api Pasifik (Ring of Fire), yang diketahui merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana alam di dunia.

Menurut Prof. Bambang, posisi strategis ini di satu sisi dapat memberikan kekayaan alam yang luar biasa, tetapi di sisi lain, juga membawa risiko bencana yang cukup tinggi.

"Kita berada di pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Pertemuan ini menyebabkan aktivitas seismik yang intens, termasuk gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami. Selain itu, iklim tropis Indonesia juga membuatnya rentan terhadap bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan badai tropis," terang Bambang.

Baca Juga: Kepengurusan PGRI Kabupaten Pasuruan Dibekukan Karena Imbas dari Dualisme Kepemimpinan

Waspada Terhadap Perubahan Iklim

Director of Earth Observatory of Singapore Nanyang Technology University, yakni Prof. Benjamin Horton, menjelaskan selain risiko yang disebabkan oleh letak geografis Indonesia di Cincin Api Pasifik, Indonesia juga harus mempertimbangkan dampak perubahan iklim yang terlihat semakin nyata.

"Salah satu poin penting yang perlu kita pahami adalah dampak peningkatan suhu global sebesar 1,5 derajat Celsius. kenaikan suhu ini dapat memperburuk frekuensi dan intensitas bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai tropis," tutur Benjamin Horton menjelaskan. 

Perlu diketahui, Di Indonesia perubahan iklim dapat menyebabkan peningkatan permukaan air laut yang bisa mengancam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta perubahan pola cuaca yang juga dapat memengaruhi pertanian dan ketahanan pangan.

Baca Juga: Ketua PGRI Unifah Rosyidi Berkunjung ke Jember, Malah disambut Demo Ribuan Guru

"Dalam konteks ini, upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus menjadi bagian integral dari strategi pengurangan risiko bencana. Kita harus dapat mengambil langkah proaktif dengan mengadopsi kebijakan yang ramah lingkungan, seperti pengurangan emisi karbon, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan investasi dalam energi terbarukan," tuturnya. 

Lebih lanjut, Benjamin Horton menyebut program nasional pun harus berfokus pada reboisasi, konservasi hutan, dan rehabilitasi lahan kritis. Ini semua harus terus digalakkan.

Sementara itu, Direktorat Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yakni Pangarso Suryotomo menyoroti peran penting pemerintah dalam upaya mitigasi bencana.

Baca Juga: Momentum Hardiknas 2024, Psikologi Kognitif Asal UI Paparkan Pentingnya Pendidikan Karakter di Masa Kini

"Kita telah mendengarkan bagaimana kebijakan nasional, regulasi, dan program-program strategis disusun dan diimplementasikan untuk memperkuat kesiapsiagaan dan respons terhadap bencana. Contoh konkret dari inisiatif ini termasuk pengembangan infrastruktur tangguh bencana, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta pelatihan dan edukasi masyarakat," papar Pangarso. 

Peran pemerintah yang efektif dan terkoordinasi merupakan kunci dalam memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat terlindungi dari risiko bencana.

Peran akademisi dan perguruan tinggi juga dinilai turut andil dalam penanggulangan bencana sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Baca Juga: Kabar Gembira bagi Guru Non-Sertifikasi dari Ditjen GTK terkait Program PPG Daljab

"Dalam hal ini, pengabdian masyarakat untuk dapat aktif dalam kegiatan kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana, membantu saat terjadi bencana/tanggap darurat yang tentunya sesuai dengan bidang keahliannya serta berpartisipasi dalam proses pemulihan kembali setelah terjadinya bencana. Selain itu, dapat berkolaborasi KKN Tematik dalam penanggulangan bencana," pungkasnya.***

Editor: Mamiq Alki

Sumber: Pikiran-Rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah