Ini Fatwa MUI! Gunakan Masker Saat Ihram Haji dan Umrah, bagi Laki-laki Dan Perempuan

2 Desember 2020, 06:52 WIB
Ilustras Jamaah haji dan Umrah Gunakan Masker /Pixabay.com/ziedkammoun

WARTA LOMBOK - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan lima fatwa pada Musyawarah Nasional (Munas) X yang digelar sejak 25 hingga 26 November 2020.

Dikatakan Pertama, fatwa tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram.

Dalam fatwa tersebut terdapat empat ketentuan hukum. Memakai masker bagi perempuan yang sedang ihram haji atau umroh hukumnya haram karena termasuk pelanggaran terhadap larangan ihram.

Baca Juga: Pesan Kamar di Neraka, Begini Akhir Kisah Wanita Cantik

Sedangkan memakai masker bagi laki-laki yang berihram haji atau umroh hukumnya boleh (mubah). Ketentuan kedua, dalam keadaan darurat atau kebutuhan mendesak, memakai masker bagi perempuan yang sedang ihram haji atau umroh hukumnya boleh (mubah).

Sebagaimana berita Pikiran-Rakyat.com dalam artikel "Fatwa MUI: Haram Perempuan Pakai Masker Saat Ihram Haji dan Umrah, bagi Laki-laki Ada Perbedaan", diberitakan tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram

"Pertama, fatwa tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, 26 November 2020 malam.

Seperti diketahui umat Muslim, Ihram adalah keadaan seseorang yang telah berniat untuk melaksanakan ibadah haji dan atau umrah.

Baca Juga: Doa Agar Masuk Surga

Dalam fatwa tersebut, terdapat empat ketentuan hukum; yakni memakai masker bagi perempuan yang sedang ihram haji atau umrah hukumnya haram, karena termasuk pelanggaran terhadap larangan ihram (mahdzurat al-ihram).

Sedangkan memakai masker bagi laki-laki yang berihram haji atau umrah hukumnya boleh (mubah).

Ketentuan kedua, dalam keadaan darurat atau kebutuhan mendesak (al-hajah al-syar’iyah) memakai masker bagi perempuan yang sedang ihram haji atau umrah hukumnya boleh (mubah).

"Dalam hal seorang perempuan yang memakai masker pada kondisi sebagaimana pada ketentuan kedua, terdapat perbedaan pendapat yakni satu wajib membayar fidyah dan kedua tidak wajib membayar fidyah," ujar dia, sebagaimana Pikiran-rakyat.com kutip dari Antara.

Baca Juga: Doa Agar Terhindar Dari Azab Api Neraka

Selanjutnya, ketentuan keempat keadaan darurat atau kebutuhan mendesak (al-hajah al-syar’iyah) sebagaimana dimaksud pada ketentuan kedua antara lain adanya penularan penyakit yang berbahaya, cuaca ekstrem atau buruk, ancaman kesehatan yang apabila tidak memakai masker dapat memperburuk kondisi kesehatan.

Fatwa kedua yakni tentang pembayaran setoran awal haji dengan utang dan pembiayaan yang memiliki tiga ketentuan hukum.

"Pertama, pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil utang hukumnya boleh (mubah) dengan syarat bukan utang ribawi dan orang yang berutang mempunyai kemampuan untuk melunasi utang antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup," katanya.

Kedua, lanjut dia, pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil pembiayaan dari lembaga keuangan hukumnya boleh dengan beberapa syarat yakni menggunakan akad syariah, tidak dilakukan di lembaga keuangan konvensional dan nasabah mampu melunasi dengan dibuktikan kepemilikan aset yang cukup.

Baca Juga: Ini Doa dan Tata Cara Ibadah Tolak Bala Rebo Wekasan atau Rebo Bontong

"Pembayaran setoran awal haji dengan dana utang dan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ketentuan satu dan dua adalah haram," katanya.

Fatwa selanjutnya tentang penundaan pendaftaran haji bagi yang sudah mampu. Dalam fatwa itu juga terdapat beberapa ketentuan hukum.

Satu, ibadah haji merupakan kewajiban ‘ala al-tarakhi bagi orang Muslim yang sudah istitha’ah namun demikian disunahkan baginya untuk menyegerakan ibadah haji.

Kedua, lanjut dia, kewajiban haji bagi orang yang mampu (istitha’ah) menjadi wajib ‘ala al-faur jika sudah berusia 60 tahun ke atas, khawatir berkurang atau habisnya biaya pelaksanaan haji atau qadla’ atas haji yang batal.

"Ketiga mendaftar haji bagi orang yang memenuhi kriteria pada poin kedua hukumnya wajib," ujarnya.

Baca Juga: Hal Sepele yang Tidak Boleh Dilakukan Ketika Sedang Sholat

Kemudian, menunda-nunda pendaftaran haji bagi orang yang memenuhi kriteria pada poin kedua hukumnya haram. Orang yang sudah istitha’ah tetapi tidak melaksanakan haji sampai wafat wajib dibadalhajikan.

Ketentuan keenam, orang yang sudah istitha’ah dan telah mendaftar haji tetapi wafat sebelum melaksanakan haji, sudah mendapatkan pahala haji dan wajib dibadalhajikan.

Ia menambahkan dua fatwa lain yang dikeluarkan MUI yakni tentang pendaftaran haji usia dini dan fatwa penggunaan human diploid cell untuk bahan produksi obat dan vaksin.*** (Pikiran Rakyat.com/Gita Pratiwi)

Editor: LU Ali

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler