"Tuan, bolehkah saya tahu namamu?”
”Nu’man,” jawab sang imam.
”Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a‘dham (imam agung) itu?” Jawab sang bocah menimpali.
”Nak, bukan aku yang menyematkan gelar itu, melainkan masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu kepadaku,” jawab Imam Hanafi.
“Wahai sang Imam, hati-hati dengan gelarmu itu. Jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia. Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya,” kata anak kecil yang memakai sepatu kayu tersebut.
Mendengar kalimat dari anak kecil tersebut, Imam hanafi pun menangis. Beliau merasa bersyukur masih ada yang mengingatkannya. Bahkan tidak disangka-sangka peringatan itu datang dari lidah anak kecil yang masih polos.
Baca Juga: Al-Khansa Ibunda Para Syuhada, Merelakan Semua Anaknya Menjemput Syahid
Alih-alih tersinggung dan merasa diremehkan, sang imam justru berterima kasih kepada anak tersebut.
Sejatinya, itulah orang yang berilmu dan beriman, tidak pilih-pilih dalam menerima nasihat. Tidak merasa lebih baik, atas apa yang dimiliki.