WARTA LOMBOK - Masjid Padang Betuah adalah masjid yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, yaitu tahun 1823. Dipimpin oleh seorang ulama dan tokoh masyarakat setempat yang bernama Haji Mansyur.
Awalnya masjid ini berbentuk sederhana dengan atap terbuat dari rumbia dan dinding bambu (pelupuh). Di awal pembangunannya, masjid berbentuk sederhana seperti gudang.
Atapnya terbuat dari daun rumbia dan hampir seluruh bangunannya menggunakan kayu. Lalu siapakah pendiri pertama masjid yang berbahan alam ini?
Dikutip wartalombok.com dalam buku Pesona Cinta Penulis Pemula, pada 20 Agustus, 2022 inilah sejarah masjid bernuansa alam ini.
Haji Mansyur adalah pendiri masjid ini, beliau merupakan seorang perantau Minangkabau, yang menetap di Padang Betua. Nama Padang Betua berasal dari bahasa minang, yaitu Padang Batuah yang berarti Pedang Sakti.
Lambat laun Padang Batuah berubah menjadi Padang Betua menurut logat Melayu Bengkulu. Berdasarkan Tambo Bengkulu, nama Padang Batuah adalah nama untuk mengenang peristiwa Datuk Bagindo Maharaja Sakti, utusan Pagaruyung dan rombongan yang mengambil pedang saktinya.
Peristiwa ini ketika beliau sedang mencari daerah baru untuk memperluas wilayah kekuasaan di sepanjang pantai barat pesisir selatan. Bentuk bangunan masjid segi empat dengan ukuran panjang 10 m x 9,4 m, tinggi bangunan mencapai puncak 7,75 m.
Ruang utama masjid terbuat dari semen pasir dan koral sama dengan serambi. Dinding masjid dari anyaman kawat dan bambu yang diikatkan ke tiang-tiang bangunan yang selanjutnya diplester dengan adukan semen dan pasir.