“Baik pria dan wanita menjalani pemeriksaan yang sama. Tes reproduksi wanita dilakukan untuk memeriksa kista atau komplikasi lain yang dapat mengganggu kemampuan rekrutan untuk melayani, menambahkan bahwa “tes keperawanan” tidak ada dalam terminologi angkatan," kata Indan Gilang, juru bicara angkatan udara.
Baca Juga: Berikut Cara Mendapatkan Bantuan Subsidi Upah 2021 bagi Pekerja dan Buruh
Baca Juga: Polemik Pesawat Kepresidenan Ganti Warna, Ali Ngabalin: Kok Ada yang Demam Berat
Kelompok hak asasi manusia menyambut baik pengumuman bahwa tentara telah menghentikan praktik tersebut.
“Tidak pernah ada kebutuhan untuk tes,” kata Andy Yentriyani, ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Andreas Harsono, peneliti Indonesia di HRW mengatakan itu adalah “hal yang benar untuk dilakukan,” menambahkan praktik itu “merendahkan, diskriminatif, dan traumatis,”.
Dia mengatakan HRW telah berbicara dengan lebih dari 100 rekrutan militer wanita yang menjalani tes, salah satunya mengatakan dia menjadi sasarannya pada tahun 1965.***