Mahasiswa ‘Kupu-Kupu’: Jalan Kebahagiaan atau Penderitaan?

- 6 September 2023, 06:15 WIB
Dimas Ramadhani Adi Yusuf (Ketua Umum HMI Komisariat Dakwah UIN Mataram Periode 2022-2023)
Dimas Ramadhani Adi Yusuf (Ketua Umum HMI Komisariat Dakwah UIN Mataram Periode 2022-2023) /Dok. Warta Lombok/Dimas

Oleh: Dimas Ramadhani Adi Yusuf (Ketua Umum HMI Komisariat Dakwah UIN Mataram Periode 2022-2023)

WARTA LOMBOK - Menjadi seorang mahasiswa, bisa dibilang adalah pilihan yang tepat untuk memperbaiki atau memperindah nasib kehidupan di masa mendatang. Pasalnya, mahasiswa merupakan sosok pembelajar yang menempati strata tertinggi sebagai seorang pelajar.

Dikatakan menempati strata tertinggi sebagai seorang pelajar, salah satunya disebabkan karena ada gelar “maha” yang disandingkan pada kata “siswa”. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “maha” artinya ialah sangat, amat, teramat, dan arti-arti lain yang mengindikasikan bahwa segala hal yang disandingkan dengan kata “maha” pasti kedudukannya berada di atas atau lebih tinggi.

Baca Juga: Menarik Kembali Kompas Kesadaran Mahasiswa

Baca Juga: Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah/Madrasah

Namun, kata “maha” pada mahasiswa tidak sama dengan kata “Maha” pada Sang Pencipta (Allah). Sehingga dalam tulisan kali ini, penulis tidak akan menggunakan “M” kapital pada kata mahasiswa, kecuali jika ia berada di awal kalimat.

Secara umum, kita mengetahui bahwasanya mahasiswa merupakan seorang pelajar yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, yakni Perguruan Tinggi. Tetapi lebih dari itu, mahasiswa bukanlah seorang pelajar yang hanya duduk di bangku perkuliahan saja. Melainkan terdapat suatu tanggung jawab besar yang diemban oleh seorang mahasiswa, yang termaktub dalam fungsi-fungsinya.

Adapun fungsi-fungsi dari mahasiswa secara garis besar memiliki 3 fungsi utama. Pertama Agent of Change (Agen Perubahan), kedua Agent of Control (Agen Pengontrol, dalam hal ini mengontrol/mengawal kehidupan sosial masyarakat, dan ketiga memiliki fungsi sebaga Iron Stock (Stok Manusia, dalam hal ini manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang siap menggantikan generasi-generasi sebelumnya).

Fungsi-fungsi yang diemban oleh mahasiswa sangatlah suci nan mulia. Sebab, kehadirannya diharapkan mampu menjadi pelopor perubahan, atau lokomotor peradaban guna terciptanya kehidupan yang lebih baik.

Baca Juga: Penuh Haru, Ridwan Kamil Berpamitan ke Warga Jabar usai Jabatan jadi Gubernur Selesai

Namun akhir-akhir ini, banyak ditemukan fenomena mahasiswa yang tidak mencerminkan fungsi-fungsi di atas. Bukannya menjadi agen perubahan, malah ia yang harus dirubah (entah dari segi sikap, perilaku, dan sebagainya). Bukannya menjadi pengontrol kehidupan sosial masyarakat, malah ia yang dikontrol atau diawasi oleh masyarakat. Sehingga wajar jika banyak mahasiswa yang dijuluki sebagai ‘sampah’ masyarakat. Bukannya menjadi stok
generasi perubah peradaban, malah menjadi stok generasi yang memperkeruh bahkan
merusak peradaban.

Seperti itulah, situasi dan kondisi kebanyakan mahasiswa saat ini. Selaras dengan gagasan yang dikeluarkan oleh Prof. Rhenald Kasali yang mengatakan bahwasanya mahasiswa saat ini dijuluki sebagai Generasi Strawberry (Strawberry Generation). Hal itu ia ungkapkan sebab generasi mahasiswa saat ini memang penuh dengan gagasan kreatif, hanya saja di satu sisi mereka sangat cepat dan mudah menyerah serta sakit hati.

Bagus di luar, kecut di dalam. Seperti itulah pengibaratan kebanyakan mahasiswa saat ini, layaknya buah strawberry. Sehingga masyarakat pun menjadi bertanya-tanya, masih pentingkah keberadaan mahasiswa saat ini bagi kemajuan peradaban bangsa? Masih pantaskah masyarakat menaruh harap pada mahasiswa saat ini untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya bukan karena rasa pesimis, melainkan sebagai bentuk kritikan agar mahasiswa saat ini mampu bangkit dan melanjutkan estafet perjuangan para pendahulunya dalam menciptakan peradaban bangsa yang lebih baik lagi.

Baca Juga: Nadiem Makarim : Mahasiswa Tak Perlu Pake Skripsi untuk Lulus, terus Pake Apa?

Di tengah-tengah kehidupan kampus, mungkin sering terdengar istilah mahasiswa ‘kupu kupu’. Istilah tersebut muncul bukan tanpa alasan. Frasa ‘kupu-kupu’ pun bukan berarti hewan kupu-kupu yang sangat cantik dan indah. Tetapi singkatan dari mahasiswa yang kerjaannya hanya “kuliah-pulang kuliah-pulang”.

Bagi sebagian bahkan kebanyakan orang, menjadi mahasiswa ‘kupu-kupu’ merasa menyenangkan. Sebab tidak perlu repot-repot ikut kegiatan kampus, tidak perlu capek-capek ikut rapat organisasi, dan lain sebagainya. Barangkali mereka beranggapan bahwa menjadi mahasiswa ‘kupu-kupu’ merupakan jalan kebahagiaan.

Namun, sebenarnya bukan jalan kebahagiaan, melainkan jalan penderitaan. Memang semasa perkuliahan, mahasiswa ‘kupu-kupu’ akan merasakan banyak kesenangan, merasakan euforia dengan kehidupan pribadinya. Tetapi tidak untuk di masa mendatang.

Bukan lagi kebahagiaan yang akan dinikmati, melainkan kepedihan dan juga penderitaan. Seorang mahasiswa yang tidak memanfaatkan dengan baik kesempatannya selama menempa pendidikan di Perguruan Tinggi, maka pasti akan merasakan penyesalan yang teramat besar di masa depan. Sebab, segala bentuk kebutuhan di masa depan, terkhusus di dalam dunia pekerjaan seperti hard skill maupun soft skill, itu hanya bisa disiapkan sejak masih menjadi seorang mahasiswa.

 

Bila kerjaannya di Perguruan Tinggi hanya kuliah-pulang kuliah-pulang saja, maka tidak akan ada skill yang terasah sebagai bekal pasca ia lulus sebagai seorang wisudawan. Maka dari itu, menjadi mahasiswa ‘kupu-kupu’ bukanlah jalan kebahagiaan, melainkan jalan penderitaan.

Baca Juga: Penasaran dengan Alasan Naruto Suka Makan Ramen? Berikut ini Kisahnya, Ada Nilai Filosofisnya

Untuk bisa terhindar dari kutukan mahasiswa ‘kupu-kupu’, maka hal yang harus dilakukan oleh seorang mahasiswa yaitu dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Seperti ikut organisasi intra maupun ekstra, berpartisipasi dalam setiap jenis kegiatan diskusi, seminar, rapat dan sebagainya, serta masih banyak lagi kegiatan-kegiatan positif yang bisa dilakukan untuk menghindari kutukan mahasiswa ‘kupu-kupu’.

Terakhir, mengutip dari apa yang pernah disampaikan oleh Anies Baswedan, beliau pernah mengatakan seperti ini, “kalau Anda waktunya longgar, you are in trouble. Kalau hari ini Anda mahasiswa dan waktunya longgar, sesungguhnya Anda sedang memulai masalah yang nanti akan ditunaikan atau dipanen di masa depan”.

Oleh karenanya, jadilah mahasiswa yang sibuk, entah apapun kesibukannya semasih dalam koridor kebaikan (positif). Dan janganlah jadi mahasiswa ‘kupu-kupu’ yang nantinya hanya menjadi ‘sampah’ masyarakat ketika sudah lulus nanti.***

Editor: Mamiq Alki


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah