Menjadi Pemimpin Ideal Dengan Meneladani Kepemimpinan Profetik Rasulullah SAW

- 18 Januari 2024, 09:15 WIB
Fajrul Arsyad.
Fajrul Arsyad. /Dok. Warta Lombok/Mamiq Alki

Kepemimpinan profetik (prophetic leadership) merupakan kepemimpinan yang menerapkan karakter kepemimpinan para nabi, terutama Nabi Muhammad SAW. Setiap nabi adalah pemimpin. Dan, pemimpin dari sekalian manusia adalah Nabi Muhammad SAW, tidak saja di dunia, tetapi juga di akhirat karena ia memperoleh hak untuk memberi syafaat. 

Baca Juga: Kabar Duka, Ulama Indramayu Buya Syakur Meninggal Dunia

Sabdanya:"Di hari kiamat nanti, aku adalah pemimpin umat manusia seluruhnya...” (HR Bukhari Muslim).

Kuntowijoyo menginterpretasikan profetik pada tiga nilai dasar, yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi. Humanisasi sebagai deriviasi dari amar ma’ruf mengandung pengertian memanusiaan manusia. Liberasi yang diambil dari nahi munkar mengandung pengertian pembebasan. Sedangkan transendensi merupakan dimensi keimanan manusia. Ketiga muatan nilai ini mempunyai implikasi yang sangat mendasar dalam rangka membingkai kelansungan hidup manusia yang lebih humanistik. Kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang membebaskan penghambaan manusia hanya kepada Allah swt. Artinya poin perbedaan antara kepemimpinan profetik dengan kepemimpinan lainnya adalah misi dunia dan misi akhiratnya.

Tiga Prinsip Penting Dalam Menerapkan Kepemimpinan Profetik Rasulullah SAW

Pertama, meneladani empat sifat wajib yang menjadi karakter utama Nabi Muhammad SAW, yaitu sidik, amanah, tabligh, dan fatanah.

Pemimpin harus menjadi orang yang jujur, bertindak benar, dan memiliki kepribadian integritas antara pikiran, ucapan, dan perbuatan. Dengan sifat sidik, ia menolak segala bentuk kebohongan, tidak memelihara hoaks, dan senantiasa memperjuangkan kebenaran untuk kemakmuran rakyatnya.

Rasulullah SAW sebagai fugur yang memiliki empati, simpati, dan kepedulian yang sangat kuat. Beliau tidak bisa bersikap acuh tak acuh Ketika melihat dan menghadapi situasi ketidakadilan dan kesengsaraan yang dirasakan oleh umatnya yang beriman.

Dengan sifat amanah, jabatan diyakini sebagai amanah rakyat yang harus dipikul dan pertanggungjawabannya juga kepada Allah SWT. Sifat tabligh menuntut pemimpin harus komunikatif terhadap rakyatnya baik dalam menyampaikan kebijakan maupun mendengar keluhan rakyat.

Adapun sifat fatanah, menuntut setiap pemimpin cerdas menyelesaikan masalah dan arif melahirkan kebijakan. Pemimpin profetik juga memiliki kecerdasan rohani sehingga hatinya tetap memiliki koneksi yang kuat dengan Allah SWT. Dengan begitu, kebijakannya selalu disandarkan pada Allah sehingga tidak menyengsarakan rakyatnya.

Kedua, meneladani sifat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW seperti yang dijelaskan dalam surah at-Taubah ayat 128. Berat dirasakan oleh Nabi penderitaan orang lain (azizun alaihi maanittum).

Halaman:

Editor: Mamiq Alki


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x