Cecep menerangkan pesan dari film tersebut adalah bagaimanapun niat suatu pekerjaan yang baik, hasil pun baik.
“Apapun itu, apabila dilakukan dengan niat yang buruk, maka akan menghasilkan yang buruk pula.”
Peram Galeng itu sendiri merupakan nama penyakit bagian leher secara medis biasa disebut nyeri leher.
Masyarakat Lombok mempercayai cara penyembuhan penyakit ini dengan cara menjemur bantal yang dipakai tidur kemudian dipukul 9 kali di bagian leher yang sakit.
Baca Juga: Terpaksa Menikahi Tuan Muda ANTV: Kinanti Muntah-Muntah di Kamar Mandi, Bik Jumi Curiga
Film Peram Galeng sendiri masih dalam tahap penjurian dan semoga bisa membawa harum NTB dalam dunia perfilman di kancah Nasional.
“Kita mohon do’a dan dukungan dari seluruh masyarakat,” harap Cecep.
Diungkapkan juga oleh Joe Auzai yang sebagai pelatih film Peram Galeng, bahwa perjalanan proses proses pembuatan film tersebut punya tantangan tersendiri ketika sama-sama merubah pola tidur.
“Perjalanan film Peram Galeng ini luar biasa, dimana proses pembuatan film dilakukan lebih banyak dimalam hari. Sehingga menguras tenaga. Kita mulai sore, finish subuh. Berturut-turut selama 2 malam. Tantangan tersendiri ketika kita sama-sama merubah pola tidur selama 2 hari itu, malam shooting dan siangnya jadi jam istirahat,” ungkap Joe yang juga sebagai mentor dan menaungi pembutan film Peram Galeng.