Malaysia Mendeportasi Lebih dari 1000 Warga Negara Myanmar Meskipun Perintah dari Pengadilan Melarangnya

- 25 Februari 2021, 15:53 WIB
Ilustrasi deportasi yang dilakukan oleh Malaysia
Ilustrasi deportasi yang dilakukan oleh Malaysia /Pixabay.com/geralt

WARTA LOMBOK - Sebuah langkah yang mengejutkan dari para aktivis dan advokasi hak asasi manusia, dimana Malaysia mendeportasi 1.086 warga negara Myanmar pada 23 Februari 2021, meskipun ada perintah dari Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur untuk sementara waktu melarang pemulangan tersebut.

Perintah pengadilan tersebut diberikan sebagai tanggapan atas permintaan peninjauan yudisial dari Amnesty International dan Asylum Access, yang mengatakan bahwa mengirim kembali warga negara Myanmar ke wilayah nya akan menimbulkan risiko besar bagi keselamatan dan kebebasan pribadi mereka.

Namun menurut Kairul Dzaimee Daud, Direktur Jenderal Departemen Imigrasi (IMI) Malaysia, mengatakan, para warga Myanmar yang dideportasi tersebut, mereka pergi dengan sukarela.

Baca Juga: Penjual Burger di Malaysia Membagikan 50 Hingga 100 Burger Gratis Setiap Hari Untuk Orang Miskin dan Lapar

Mereka dikirim kembali dengan tiga kapal angkatan laut Myanmar.

“Semua yang pulang sudah setuju dipulangkan dengan sukarela, tanpa dipaksa pihak mana pun,” kata Daud seperti dilansir wartalombok.com dari Mashable.

Juga otoritas imigrasi mengatakan tidak ada pengungsi Rohingya atau pencari suaka yang dikirim kembali.

Namun, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan bahwa enam orang yang dideportasi sebenarnya terdaftar di badan tersebut.

Yang juga dimana mencerminkan kurangnya transparansi dari otoritas imigrasi Malaysia.

Perintah pengadilan telah memberi waktu bagi warga negara Myanmar untuk kembali ke wilayahnya sampai hingga 24 Februari 2021.

Namun Departemen Imigrasi belum menanggapi pertanyaan dari para aktivis dan kritikus tentang deportasi dini, dimana juga secara terbuka menentang perintah pengadilan.

Faktanya, sebuah sidang telah dijadwalkan untuk kelompok hak asasi untuk mengajukan proposal yang melibatkan penangguhan total deportasi.

Baca Juga: Pria Malaysia Membeli Lebih dari 100 Paket Pembalut untuk Wanita yang Tidak Mampu, Ia Akan Bagikan Gratis

Di Myanmar, media yang didukung militer mengatakan para pengungsi yang kembali tidak diberikan izin masuk kembali di bawah pemerintahan yang dikelola sipil sebelumnya.

"Kami memeriksa bahwa mereka semua adalah warga negara kami, bukan Bengali," kata seorang pejabat imigrasi Myanmar.

Digunakan nya kata ‘Bengali’ sebagai istilah yang merendahkan untuk merujuk pada minoritas Muslim-Rohyingya, yang dianggap junta sebagai orang asing.

Diketahui bangsa Asia Tenggara bukanlah penandatangan Konvensi Pengungsi PBB.

Artinya, mereka yang datang ke Malaysia untuk mencari status pengungsi atau suaka hanya akan diklasifikasikan sebagai migran tidak berdokumen.

Hal ini juga mempersulit UNHCR cabang Malaysia untuk mendapatkan akses ke pengungsi dan pencari suaka untuk verifikasi dan pendaftaran status.

Karena mereka semua disimpan di pusat penahanan imigrasi.

Untuk menambahkan ‘garam ke luka yang sudah membusuk’, permintaan wawancara yang tak terhitung jumlahnya mengatakan bahwa tahanan imigrasi ditolak oleh pihak berwenang.

UNHCR terakhir kali dapat melakukan operasi verifikasi pada Agustus 2019.

Baca Juga: Produsen Chip di Taiwan Sedang dilanda kekurangan Air karena Paceklik, disamping Permintaan Chip Meningkat

Dalam pengajuan pengadilan Amnesty International mengenai orang-orang yang dideportasi, 17 di antaranya adalah anak di bawah umur dengan setidaknya satu orang tua di Malaysia.

Hingga saat ini, ada lebih dari 150.000 pencari suaka Myanmar di Malaysia.***

Editor: Mamiq Alki

Sumber: Mashable


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah