Hukum Menjawab Salam dalam Hati

16 September 2021, 04:45 WIB
Ilustrasi/Menjawab salam sesama Muslim sangat diwajibkan meski dengan suara lirih. /PIXABAY/adamr

WARTA LOMBOK - Memberikan salam kepada saudara Muslim adalah anjuran. Rasulullah ﷺ bahkan mewajibkan kita untuk menjawab salam minimal dengan ucapan yang sama.

Misalkan ada teman yang sedang sibuk dengan gadget-nya. Ia mungkin sedang browsing tentang sesuatu atau sedang membalas chat lewat aplikasi berbagi pesan. Beberapa saat kemudian datanglah temannya dengan memberikan salam.

Alih-alih menjawab, teman yang sedang sibuk dengan smartphone-nya tersebut malah diam saja dan melanjutkan kesibukan dengan gadget-nya.

Baca Juga: Makna dan Hikmah Kesombongan Iblis Terhadap Adam

Teman yang memberikan salam tersebut agak kesal karena salamnya diabaikan begitu saja. Saat ditanya, teman yang mengabaikan salam itu menjawab bahwa salamnya sudah dijawab dalam hati.

Lalu bagaimana jika kita menjawab salam dalam hati, apakah yang demikian diperbolehkan dan mendapatkan keutamaan atau menggugurkan kewajiban menjawab salam?.

Imam Nawawi dalam al-Adzkar an-Nawawi menyebutkan bahwa orang yang masih mendapatkan keutamaan atau menggugurkan kewajiban saat menjawab salam adalah minimal suaranya terdengar oleh muslim lain walaupun lirih.

Namun jika suaranya tidak sampai terdengar oleh orang lain, maka kewajiban menjawab salam tersebut masih ada.


فصل: وأقل السلام الذى يصير به مسلما مؤديا سنة السلام أن يرفع صوته بحيث  يسمع المسلم عليه ،فإن لم يسمعه لم يكن آتيا بالسلام ،فلا يجب الرد  عليه،وأقل ما يسقط به فرض رد السلام أن يرفع صوته بحيث يسمع المسلم ،فإن لم  يسمعه لم يسقط عنه فرض الرد ،ذكرهما المتو      وغيره 

Artinya, “Pasal: Salam yang paling sedikit (minimal), yang menjadikan seorang muslim mendapatkan keutamaan dan kesunahan mengucapkan salam adalah dengan mengeraskan suaranya sekiranya muslim lain (yang diberi salam) dapat mendengarnya."

Baca Juga: Hikmah di Balik Larangan Nabi Adam dan Hawa Mendekati hingga Memakan Buah Khuldi

"Jika muslim yang lain tidak dapat mendengarnya maka salam tersebut tidak bisa diketegorikan sebagai salam (yang disunnahkan), dan tidak wajib menjawab salam tersebut."

"Sedangkan menjawab salam yang minimalis, yang menjadikan seseorang (yang diberikan salam) gugur kewajibannya untuk menjawab salam adalah dengan mengeraskan suaranya sekiranya muslim lain mendengar."

"Jika tidak mendengar, maka kewajiban menjawab salam tersebut tidak gugur. Hal ini sebagaimana pendapat al-Mutawalli dan ulama lain.” 

Imam an-Nawawi mengutip pendapat Abu Muhammad al-Qadhi Husain dan Imam Abu al-Hasan al-Wahidi dan beberapa ulama Syafi’iyah yang lain menyebutkan bahwa hendaknya menjawab salam itu langsung setelah salam diucapkan.

Jika ada jeda yang terlalu lama, maka jawaban salam tersebut tidak terhitung sebagai jawaban dan tidak menggugurkan kewajiban menjawab salam.

قال الإمام أبو محمد القاضي حسين ، والإمام أبو الحسن الواحدي وغيرهما من أصحابنا : ويشترط أن يكون الجواب على الفور ، فإن أخره ثم رد لم يعد جوابا ، وكان آثما بترك الرد 

Baca Juga: 10 Pondok Pesantren Tertua di Indonesia, Rata-rata Berusia Ratusan Tahun

Artinya, “Imam Abu Muhammad al-Qadhi Husain dan Imam Abu al-Hasan al-Wahidi dan para ulama syafiiyah yang lain berpendapat bahwa disyaratkan jawaban salam itu segera (langsung setelah diucapkan salam)".

Jika jawaban salam itu diakhir-akhirkan (ditunda-tunda) kemudian baru menjawabnya setelah beberapa lama, maka tidak dianggap sebagai jawaban.

Dan orang yang menunda jawaban salam tersebut berdosa karena dianggap meninggalkan kewajiban menjawab salam.” (Imam an-Nawawi, al-Adzkar an-Nawawi).

Oleh karena itu, jika ada orang yang memberikan salam kepada kita, hendaknya kita menyambutnya dengan baik dengan cara menjawabnya dengan suara yang jelas dan jangan ditunda-tunda.

Karena salam adalah sebuah ungkapan doa dari orang lain kepada kita. Salah satu cara untuk membalas doa tersebut adalah menjawabnya. Wallahu A’lam.***

Editor: Herry Iswandi

Sumber: nu.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler