WARTA LOMBOK - Sebagai anak sudah semestinya kita berbakti kepada orang tua, apalagi dalam usia senja atau dalam kondisi mereka sedang sakit. Allah berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا، إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya: “Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia,” (Al-Isra ayat 23).
Baca Juga: Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf, Lautan Ilmu dari Madinah
Saking pentingnya birul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua Allah memposisikannya sebagai amal saleh kedua setelah beribadah kepadanya sebagaimana ayat di atas.
Nah lalu bagaimana dengan pertanyaan di atas, ketika anak merasa berdosa karena kurang maksimal dalam berbakti kepada ayahnya?
Adakah cara tertentu untuk menebus kesalahan terhadap orang tua yang sudah wafat?
Berbakti kepada orang tua tidak mengenal batas, apakah orang tua masih hidup atau sudah wafat.
Demikian pula meminta ridha, kerelaan, membahagiakan orang tua tetap bisa dilakukan meskipun mereka telah wafat.
Suatu kali ada pernah ditanyakan kepada Imam Abul Laits as-Samarqandi (333-373 H), pakar fiqih Hanafi, andaikan ada kedua orang tua yang wafat dalam kondisi murka terhadap anaknya, apakah anaknya tersebut dapat meminta ridhanya?