Beredarnya Surat Risma Dinilai Mencoreng Demokrasi

- 3 Desember 2020, 19:05 WIB

"Surat itu mengandung unsur paksaan, harusnya bu Risma membiarkan warganya memilih sesuai keinginannya, dan sebagai walikota surabaya harusnya menegakkan netralitas, agar jajaran di bawahnya patuh pada aturan, bukan malah mengabaikan netralitas yang harusnya dijunjung tinggi kepala daerah, dan bu Ciptakan demokrasi yang jujur, bersih dan indah, bukan malah dicederai dengan upaya-upaya yang menyalahi aturan," tegasnya.

Yanti menerangkan, Risma sebagai wali kota Surabaya diduga melanggar undang-undang nomor 10 tahun 2016 dan undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, atau bupati dan wakil bupati.

"Juga diduga melanggar undang-undang PKPU nomor 4 tahun 2020 tentang kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, dan atau bupati dan wakil bupati," terangnya.

Baca Juga: Berikut Libur Cuti Bersama di Akhir Tahun yang Dikurangi Pemerintah

Tidak hanya itu, Risma juga diduga melanggar undang-undang pilkada pasal 71 ayat 1, 2, dan 3. Juga menabrak PKPU nomor 4 tahun 2017 pasal 24 ayat 3, pasal 29 ayat 3 dan pasal 33.

"Pada prinsipnya, kepala daerah yang berkaitan dengan jabatannya dilarang melakukan tindakan-tindakan atau kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon," tegasnya.

Yanti juga melampirkan beberapa bukti dalam laporannya. Diantaranya, 'Surat bu Risma untuk Warga Surabaya', foto persiapan pembagian surat, dan rekaman wawancara yang mengirimkan surat.***(Portal Surabaya/Al Qomaruddin)

Halaman:

Editor: Herry Iswandi

Sumber: Portal Surabaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah