Beredarnya Surat Risma Dinilai Mencoreng Demokrasi

- 3 Desember 2020, 19:05 WIB

WARTA LOMBOK - Walikota Surabaya Tri Rismaharini menuai sorotan warga Surabaya setelah dtemukannya surat yang berisi ajakan untuk mencoblos Paslon nomer urut 1 Eri Cahyadi-Armuji pada Pemilihan Walikota Surabaya nanti.

Surat itu diduga resmi atas ijin Risma karena memuat foto dirinya serta berisi pamflet paslon nomer urut 1. Surat itu banyak ditemukan tersebar di Surabaya dan sontak mendapat reaksi.

Hal tersebut dinilai banyak pihak telah mencederai makna demokrasi, tak sedikit warga yang menyayangkan tindakan Walikota yang akrab disapa Bu Risma itu.

Baca Juga: Pilkada Serentak 2020 di Masa Pandemi Covid-19 Tetap Berjalan dengan Menerapkan Protokol Kesehatan

Dilansir Warta Lombok.com dari Portal Surabaya dengan artikel "Surat Risma Ciderai demokrasi dan Sakiti Hati Warga Surabaya", surat berisi himbauan untuk mencoblos salah satu paslon tersebut dilaporkan ke Bawaslu Kota Surabaya.

Beredarnya surat Tri Rismaharini menuai beragam komentar dari warga Surabaya. Yanti Mala, warga Surabaya yang membawa surat tersebut ke kantor Bawaslu Surabaya berkomentar kecewa atas temuan surat tersebut.

Warga Berongalan, Tambaksari Surabaya itu mengatakan tak menyangka Risma terlibat dalam pemenangan paslon Eri-Armuji disaat perhatian masyarakat terfokus pada masalah Covid-19 yang kian meningkat di Surabaya.

"Sudahlah bu Risma, covid-19 di Surabaya mulai tinggi lagi, apalagi ini menjelang masa akhir jabatan, jangan terlalu berambisi dengan jabatan, harusnya bu Risma fokus mengakhiri masa jabatan dengan menuntaskan berbagai persoalan di surabaya, bukan malah sibuk untuk memenuhi ambisinya mendapatkan kembali kekuasaan, sebagai perempuan saya kaget bu Risma seperti itu," ujar Yanti di sela-sela laporan ke Bawaslu.

Baca Juga: Putri Mantan Wapres Jusuf Kalla Laporkan Ferdinand Hutahaean dan Rudi S Kamri ke Bareskrim

Yanti menambahkan jika seorang kepala daerah harus menjunjung tinggi netralitas dan tidak menyalahi aturan.

"Surat itu mengandung unsur paksaan, harusnya bu Risma membiarkan warganya memilih sesuai keinginannya, dan sebagai walikota surabaya harusnya menegakkan netralitas, agar jajaran di bawahnya patuh pada aturan, bukan malah mengabaikan netralitas yang harusnya dijunjung tinggi kepala daerah, dan bu Ciptakan demokrasi yang jujur, bersih dan indah, bukan malah dicederai dengan upaya-upaya yang menyalahi aturan," tegasnya.

Yanti menerangkan, Risma sebagai wali kota Surabaya diduga melanggar undang-undang nomor 10 tahun 2016 dan undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, atau bupati dan wakil bupati.

"Juga diduga melanggar undang-undang PKPU nomor 4 tahun 2020 tentang kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, dan atau bupati dan wakil bupati," terangnya.

Baca Juga: Berikut Libur Cuti Bersama di Akhir Tahun yang Dikurangi Pemerintah

Tidak hanya itu, Risma juga diduga melanggar undang-undang pilkada pasal 71 ayat 1, 2, dan 3. Juga menabrak PKPU nomor 4 tahun 2017 pasal 24 ayat 3, pasal 29 ayat 3 dan pasal 33.

"Pada prinsipnya, kepala daerah yang berkaitan dengan jabatannya dilarang melakukan tindakan-tindakan atau kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon," tegasnya.

Yanti juga melampirkan beberapa bukti dalam laporannya. Diantaranya, 'Surat bu Risma untuk Warga Surabaya', foto persiapan pembagian surat, dan rekaman wawancara yang mengirimkan surat.***(Portal Surabaya/Al Qomaruddin)

Editor: Herry Iswandi

Sumber: Portal Surabaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah