WARTA LOMBOK - Tim Kajian Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terus menghimpun berbagai masukan dari para pakar dan narasumber.
Tak luput dari pembahasan, suara dari kalangan aktifis perempuan juga menjadi sorotan tim bentukan Menko Polhulam Mahfud MD tersebut.
Dalam Focus Grup Discusion (FGD) lanjutan yang berlangsung secara virtual pada Rabu, 17 Maret 2021 ini.
Tim kajian meminta masukan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, dan Komnas HAM yang diwakili Sandrayati Moniaga.
Menurut Andy Yentriyani, Komnas Perempuan mencatat pengaduan kekerasan berbasis siber mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat di tahun 2020.
Dari sejumlah pengaduan, UU ITE kerap kali digunakan dalam sejumlah kasus seperti KDRT, kasus kekerasan seksual.
Dan kasus korban eksploitasi seksual. Ia menilai, undang-undang ITE diskriminatif terhadap perempuan.
“Dalam kasus korban eksploitasi seksual dan pembalasan melalui penyebarluasan materi bermuatan seksual, dimana korban menjadi salah satu subjek, UU ITE dan UU Pornografi paling banyak di gunakan. Sementara untuk kasus KDRT, ataupun kekerasan seksual lainnya, dimana korban menyampaikan pengalamannya ataupun kekesalannya melalui ruang siber, semua dipukul rata menggunakan UU ITE,” Ujar Andy Yentriyani, seperti yang dilansir WartaLombok.com dari laman Polkam Kamis, 18 Maret 2021.