Rafael Alun Trisambodo Di-Vonis 14 Tahun Penjara atas Kasus Gratifikasi dan TPPU oleh Pengadilan Tinggi

- 16 Maret 2024, 04:00 WIB
Rafael Alun
Rafael Alun /Pikiran Rakyat

WARTA LOMBOK- Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mempertahankan keputusan Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat dalam sebuah kasus yang melibatkan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret terdakwa Rafael Alun Trisambodo ke dalam sorotan hukum. Keputusan tersebut, yang diumumkan pada Kamis, 14 Maret 2024. menjadi titik penentu dari perjalanan hukum yang kompleks ini.

Dalam sidang yang berlangsung pada Kamis, 7 Maret 2024, dengan Nomor Perkara 8/Pid.Sus-TPK/2024/PT DKI, PT DKI Jakarta memutuskan untuk mempertahankan kesalahan Rafael Alun Trisambodo, yang akhirnya dijatuhi pidana penjara selama 14 tahun. Putusan banding ini menjadi bukti bahwa proses hukum telah mempertimbangkan secara teliti bukti-bukti yang disajikan di persidangan.

Amar putusan tersebut memberikan sinyal jelas bahwa pengadilan tidak akan mentolerir pelanggaran hukum terkait gratifikasi dan TPPU. Denda yang juga dijatuhkan terhadap Rafael Alun Trisambodo menegaskan komitmen pengadilan untuk menegakkan keadilan dan menjaga integritas hukum dalam menangani kasus-kasus serius seperti ini.

Baca Juga: KPPU Mendorong Pertumbuhan Industri Minyak Makan Merah untuk Kesehatan Pasar Minyak Goreng


Rafael Alun Trisambodo tidak hanya dijatuhi pidana penjara selama 14 tahun, namun juga dikenai pidana denda sebesar Rp500.000.000, yang dapat diganti dengan tiga bulan kurungan. Selain itu, putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta juga menetapkan kewajiban bagi Rafael Alun untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp10.079.095.519, yang dapat diganti dengan tiga tahun penjara.

Keputusan ini mengacu pada Pasal-pasal yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta undang-undang terkait TPPU, yang menggarisbawahi seriusnya pelanggaran yang dilakukan oleh terdakwa.

Penjatuhan pidana denda dan kewajiban membayar uang pengganti yang signifikan ini menunjukkan bahwa pengadilan tidak hanya mengutamakan hukuman yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, tetapi juga menginginkan kompensasi yang memadai atas kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi dan pencucian uang.

Baca Juga: Lombok Timur Targetkan KLA Madya di 2024

Halaman:

Editor: Mamiq Alki

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x