Refleksi Hari Pahlawan Nasional: Ke Mana Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia?

10 November 2023, 08:15 WIB
Dr. Bajang Asrin, Kaprodi S2 Pendas Universitas Mataram /Dok. Warta Lombok/Mamiq Alki

Oleh: Dr. Bajang Asrin (Ketua Program Studi Magister Pendidikan Dasar FKIP UNRAM dan Koordinator Presidium KAHMI Kota Mataram)

 

WARTA LOMBOK - Ungkapan Tan Malaka yang patut direnungkan oleh generasi muda yaitu “Idealisme adalah kekayaan terakhir, yang dimiliki seorang pemuda”.

Kericuhan kongres pemuda seperti kongres KNPI di Papua, kongres HMI dan Pemuda Pancasila di Medan menjadi catatan kritis pada tahun 2015 tentang eksistensi organisasi kepemudaan. Pada tahun 2023-2024 ini kita dihadapkan dengan gerakan kemahasiswan mengalami abusurditas karena terhegemoni dengan kepentingan politik pragmatis. Ini sesunggauhnya telah menempatkan mahasiswapemuda mengamali reduksi idealisme.

Baca Juga: Tidak Menaruhkan Foto Pahlawan Nasional Asal NTB Dispanduk Resmi, Pemkot Mataram Dituding Tidak Menghargainya

Mahasiswa-pemuda merupakan harapan bangsa yang menginisiasi perubahan dan perbaikan kehidupan ekonomi, sosial budaya dan politik berbangsa dan bernegara. Mereka dituntut berani mengkritik dan memperbaiki kecenderungan yang menyimpang dari nilai-nilai konstitusional dan moralitas Pancasila. Cermati historisitas inisiatif Syahrir, Sukarni, Sayuti Melik, dan Subardjo membangun jaringan untuk detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI 1945 dengan Bung Karno - Bung Hatta dan Jepang-Belanda (Mohammad Hatta, Politik, Kebangsaa, Ekonomi (1926-1977)

Saat ini, kehidupan mahasiswa telah berkembang pada hiruk pikuk informasi dan arus budaya global, yang terkadang memutus rantai kearifan lokal, lebih glamour dan “penuh lipstick” entertainment. Berbudaya menjadi perspektif global, yang memaknai interaksi individual dan sosial secara lebih produktif. Tengoklah kehidupan mahasiswa di kampus-kampus Yogyakarta, Malang, Surabaya, Medan, Makasar dan lainnya tampak aura kampus yang tergerus pada hiruk pikuk bingarnya musik melankolis, budaya instan. dan kehidupan cape glamour. Pada tahuan 80-an mahasiswa lebih riuh mendengar lagu-lagu kiritik Iwan Fals, tapi saat ini para mahasiswa lebih menyeruak pada musik-musik “idol pop” yang kering dari krtitik sosial, hanya sebagai musik/lagu mencerminkan kehidupan individualistik dan konsumeris.Musik dan lagu “romantisme cengeng”.

Kampus telah terbawa glombang kafitalistik, karena kampus-kampus juga telah berada sebuah kota yang padat shopping center. Gaya hidup pemuda dan mahasiswa yang meterialistik memaksa mahasiswa untuk “miskin idealis” dan terjebak dengan keinginan-keinginan yang absurd, instans dan jangka pendek.

Baca Juga: Bongkar Sepak Terjang Ketua MK Anwar Usman, Rela Dipecat Demi Muluskan Jalan Gibran Jadi Cawapres!?

Apa mahasiswa memiliki keberanian “critical thinking” yang tajam atas permasalahan sosial? “Bongkar, Umar Bakri, adalah lagu Iwan Fals yang menggema dan diminati mahasiswa dan kaum muda pada era-80-an. Ini menunjukkan gemarnya mahasiswa untuk memahami masalah-masalah berbangsa dan bernegara ketika itu. Mahasiswa bersikap proaktif menyikapi masalah-masalah berbangsa dan bernegara yang muncul. Kelahiran era-reformasi pada tahun 1997 sebagai bagian dari gerakan yang terus menggemakan perbaikan di tengah masyarakat ketika itu.

Buku In Search of Rising Middle Class in Indonesia oleh Gerry VanKlinken, dan Ward Berenschot tahun 2015 menggambarkan tentang kondisi kelas menengah seperti anak muda sarjana Pontianak yang menunggu menjadi PNS. Ini menjadi menarik bahwa di daerah-daerah yang masih rendah kemajuan industri, maka kebanyakan pemuda/mahasiswa berharap berkerja menjadi PNS.Apakah ini yang diinginkan mahasiswa-pemuda lulus kuliah kemudian menjadi PNS atau bergelut dengan dunia wirausaha ? Untuk itulah, agar mahaiswa-pemuda Indonesia mampu bersaing di tingkat ASEAN pada era-MEA 2016, maka harus dibekali dengan kemampuan; bahasa internasional (Inggris, Arab, Mandarin dll), kepemimpinan, keterampilan teknik, dan teknologi infomasi.

Pada saat ini organisasi mahasiswa dan kepemudaan menampilkan diri secara eksklusif ditengah masyarakat, tidak kritis untuk perbaikan sistem ekonomi, sosial, budaya dan politik.Kecenderungan organisasi kemahasiswan intra dan ekstra kampus berprilaku birokratis telah mengurangi daya kritis para mahasiswa, baik di perguruan tinggi atau pun di lingkungan publik. Organisasi kepemudaan lebih menonjolkan diri sebagai kelompok elite yang memiliki gengsi kafitalistik dan status quo yang tinggi daripada menunjukkan dirinya sebagai anggota masyarakat yang memiliki daya kritik sosial. Kecenderungan mahasiswa untuk menjadi sangat individualistik menyebabkan kepekaan sosialnya kurang tajam, bahkan sikap apatis dan tidak peduli atas masalah-masalah sosial tampak pada aktvitas kampus.

Mahasiswa dan pemuda diharap dapat mengisi pembangunan nasional bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sosial budaya di tengah masyarakat.Mereka dituntut terlibat aktif untuk meningkatkan tatanan masyarakat adil dan sejahtera. Perilaku kepemimpinan pemuda berbasis kompetensi harus dimiliki untuk meningkatkan keterlibatannya pada program pembangunan nasional nyata. Pemuda dituntut untuk mencipatakan peran yang lebih konkrit pada pembangunan ekonomi seperti kewirausahaan pada sektor pertanian, industri, kelautan, dan industri kreatiflainnya. Mereka dituntut mengambil inisiatif dan memimpin terbentuknya jiwa wirausaha di kalanagan mahasiswa dan pemuda. Pengembangan diri pada bidang wirasusaha sebagai alternatif solusi usia produktif mencipta lapangan pekerjaan.

Baca Juga: Menyuarakan Dukungan untuk Palestina, Bella Hadid Diganti Sebagai Model Dior dengan Model Israel

Potensi pengembangan wirausaha yang tinggi di masing-masing daerah menjadi peluang yang menarik bagi pemuda untuk lebih aktif dalam pengembangan usaha lokal bernilai global. Di satu sisi, mahasiswa dan pemuda mengembangkan daya kritik, dan pada sisi lain meningkatkan semangat berwirausaha dalam berbagai sektor kehidupan. Perkembangan gerakan mahasiswa atau pemuda hendaknya mengarah pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk menggerakkan semua sektor pembangunan nasional agar dapat bersaiang di Era-Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Peluang ini harus dapat ditangkap kalangan mahasiswa-pemuda serta menyiapkan diri dengan kompetensi yang dibutuhkan. Mahasiswa-pemuda menjadi bagin dari penggerak kemjuan anak bangsa yang penuh optimis dan berkarya nyata pada Indonesia.***

Editor: Mamiq Alki

Tags

Terkini

Terpopuler