Gonta-Ganti Kurikulum

- 27 Oktober 2023, 11:15 WIB
Asip Suryadi, Widyaswara BDK Keagamaan DKI Jakarta.
Asip Suryadi, Widyaswara BDK Keagamaan DKI Jakarta. /Dok. Warta Lombok/Mamiq Alki

Oleh: Asip Suryadi (Widyaiswara BDK Jakarta)

WARTA LOMBOK - Kata “gonta-ganti” sering kali memiliki makna negatif. Menggambarkan kondisi dimana sesuatu yang belum lama atau belum selesai tapi sudah diganti dengan sesuatu yang baru, dan sesuatu yang baru tersebut tidak lebih baik dari sebelumnya. Kata lain yang dapat mewakilinya mungkin “mubadzir”.

Sesuatu yang tak berguna, berlebihan, atau pemborosan. Makna tersebut berlaku pada kalimat “gonta-ganti kurikulum”. Memberikan stereotip bahwa kurikulum baru tidak perlu, mubadzir, tidak berguna, pemborosan. Kalimat “gonta-ganti kurikulum” didompleng dengan selorohan-selorohan seperti “ganti menteri ganti kurikulum, kurikulum sama saja, projek” dan sejenisnya. Selain itu ada selorohan dari para guru “Pake kurikulum lama saja belum bisa, sudah ganti lagi. Ngerepotin”.

Baca Juga: Penerapan Kurikulum Merdeka oleh Satuan Pendidikan di Indonesia, Hampir 70 Persen!

Penulis termasuk yang pro ganti kurikulum. Rasanya perlu memberikan argumenetasi sederhana untuk mengubah kesan-kesan negatif terhadap perubahan kurikulum dan memberikan keyakinan bahwa perubahan kurikulum merukan ihtiar baik. Terlepas dari kelemahan-kelemahan yang menjadi ciri khas dari sebuah perubahan baik pada substansi maupun konteks ruang dan waktunya.

Penulis sering ditanya di forum “Mengapa kurikulum diubah?”. Penulis balik bertanya kepada forum “Berapa kali Anda ganti HP selama 10 tahun?” Ada yang mengatakan 2 kali, ada yang mengatakan 3 kali. Bahkan ada yang lebih. Penulis melanjutkan pertanyaan “Mengapa Anda mengganti HP?” Jawabannya beragam. Ada yang “rusak”, “hilang”, “dipake anak” dan jawaban sejenisnya. Tapi banyak yang menjawab “tidak sesuai lagi dengan teknologi zaman sekarang”. Telepon lama hanya bisa digunakan untuk teleponan dan SMS-an. Telepon sekarang bisa semua-muanya, mulai dari teleponan, videocall, video conference, online game, mengirim file, belanja, dan sebagai alat pintar untuk belajar maupun bekerja. Dengan smartphone anak-anak sekarang bisa mabar dengan temannya yang tempatnya entah dimana di penjuru bumi ini.

Apa yang bisa dilakukan orang sekarang kalau teleponnya masih ponsel CDMA atau GSM? Tertinggal, tidak bisa apa-apa, mati gaya, kelaut aje. Telepon yang dibutuhkan sekarang adalah smartphone minimal 4G. Bahkan di beberapa wilayah seperti Jabodetabek, Bandung, Batam, Surabaya, Balikpapan, Makassar, Surakarta, Denpasar, dan Medan sudah menggunakan 5G. Seperti HP 3G, HP 4G akan hilang diganti dengan 5G.

Sederhananya, kurikulum pendidikan dapat diumpamakan dengan HP. Seperti HP, kurikulum bagus pada zamannya dan akan segera usang ketika zaman berubah. Kurikulum 2013 dan kurikulum sebelumnya bagus pada zamannya. Kurikulum Merdeka bagus untuk zaman ini dan akan usang beberapa tahun kedepan. Oleh karena itu perubahan kurikulum adalah keniscayaan.

Baca Juga: Kisah Inspiratif Mohamed Salah Akan Diajarkan di Kurikulum Sekolah

Halaman:

Editor: Mamiq Alki


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x