WARTA LOMBOK - Gempa bumi dahsyat dengan magnitudo 7,6 mengguncang Jepang tengah pada Selasa pagi, meninggalkan pemandangan yang tak terlupakan.
Kejadian ini mengubah suasana setelah televisi menyiarkan acara varietas untuk menyambut Tahun Naga.
Layar berpindah cepat ke penyiar berhelm, mendesak orang untuk menuju daerah yang lebih tinggi sejauh mungkin dari pantai. Untuk pertama kalinya dalam hampir 13 tahun, Jepang bersiap menghadapi potensi tsunami mematikan.
Ombak datang, tapi tidak membawa kehancuran seperti yang terjadi di pesisir timur laut Jepang pada 11 Maret 2011, saat lebih dari 18.000 orang tewas, sebagian besar tenggelam.
Di semenanjung terpencil Noto, mobil bersandar di jalan yang tergores retak dalam, gedung bertingkat condong, dan genteng rumah-rumah yang runtuh menutupi tanah.
Bencana ini bukan akibat tsunami raksasa, melainkan serangkaian gempa kuat, yang pertama mencapai level tujuh dalam skala intensitas seismik Jepang.
Baca Juga: Kecelakaan Kereta Api di Cicalengka Bandung, Begini Kronologinya
Tragedi pekan ini, dengan 92 korban jiwa, lebih dari 460 luka-luka, dan 242 orang masih hilang, menjadi pengingat tentang kerentanan Jepang terhadap aktivitas seismik yang tak kenal ampun.
Hal ini juga mencerminkan tingkat kesiapsiagaan bencana yang kurang memadai di komunitas-komunitas yang berisiko di seluruh kepulauan.