Sejarah, Hukum, dan Keutamaan Puasa Asyura di Bulan Muharram

- 19 Agustus 2021, 18:26 WIB
Ilustrasi/Definisi, sejarah, azas hukum dan keutamaan puasa Asyura di bulan Muharram.
Ilustrasi/Definisi, sejarah, azas hukum dan keutamaan puasa Asyura di bulan Muharram. /PIXABAY/Mohammed Hasan

WARTA LOMBOK - Bulan Muharram termasuk dalam bulan-bulan yang haram (asyhurul hurum) di mana Allah memiliki suatu hari yang merupakan hari mulia dalam Islam. Hari itu adalah hari Asyura.

Ada dua pendapat dalam penamaan Asyura. Pendapat yang pertama adalah Asyura diambil dari kata Asyirah (kesepuluh) untuk pleonastis (yang dilebih-lebihkan) dan diagungkan.

Sedangkan pendapat yang kedua adalah pendapat yang paling banyak yaitu, kata Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram.  

Baca Juga: Perbedaan Keutamaan Puasa Asyura dan Puasa Arafah

Sejarah dan Perintah Puasa Asyura

Setelah hijrah dari Makkah ke Madinah, Nabi Muhammad ﷺ mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari Asyura, maka beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa Asyura. Dari sahabat Abdullah bin Abbas radliyallahu 'anh beliau berkata:

“Tatkala Nabi Muhammad ﷺ datang ke kota Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa di hari Asyura, lantas beliau bersabda kepada mereka, 'Hari apa yang kalian sedang berpuasa ini?'. Mereka menjawab:

"Hari ini adalah hari yang agung. Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya pada hari ini dan menenggelamkan Fir’aun beserta pasukannya. Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur dan kami turut berpuasa." Maka Rasulullah ﷺ bersabda:

"Maka kami dengan Musa lebih berhak dan lebih utama daripada kalian.’ Maka Rasulullah ﷺ berpuasa dan memerintahkan berpuasa.” (HR Bukhari dan Muslim).  

Konon, kaum Quraisy juga berpuasa pada hari Asyura. Disebutkan dalam riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim bahwa Sayyidah Aisyah radliyallahu 'anha berkata:

Baca Juga: Bagaimana Hukum Membaca Al Quran Sambil Berbaring? Berikut Penjelasannya

“Dulu kaum Quraisy berpuasa Asyura pada masa jahiliah. Kemudian Rasulullah ﷺ memerintahkan berpuasa Asyura pula, hingga diwajibkan puasa Ramadhan." Maka Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa yang berkehendak (ingin berpuasa), maka silakan berpuasa. Dan barang siapa yang berkehendak (tak ingin berpuasa), maka tidak berpuasa."

Tak hanya puasa Asyura yang dianjurkan, puasa Tasu’a (hari kesembilan dari bulan Muharram) dan hari kesebelas pun juga diperintahkan oleh Nabi Muhammad ﷺ untuk berpuasa juga.

Hal ini guna untuk membedakan antara ritual ibadah orang Muslim dan kaum Yahudi. Diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Abbas radliyallahu 'anh beliau berkata:

“Nabi Muhammad ﷺ beliau bersabda, 'Jika aku masih hidup hingga tahun depan, pasti aku akan berpuasa pada hari kesembilan." (HR Muslim).  

Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari sahabat Ibnu Abbas radliyallahu 'anh, marfu' (disandarkan kepada Nabi Muhammad ﷺ) berkata:

"Puasalah pada hari Asyura dan bedakanlah diri kalian dengan kaum Yahudi. Puasalah sehari sebelumnya atau setelahnya."  

Baca Juga: Sukses di Usia Muda, Wirda Mansur Ungkap Amalan yang Menjadi Rahasianya

Imam Syafi'i dalam kitabnya al-Um dan al-Imla' menegaskan bahwa disunahkan berpuasa 3 hari; puasa Asyura, Tasu'a dan puasa hari kesebelas. Dari sini dapat disimpulkan bahwa puasa Asyura itu ada 3 tingkatan:

Tingkatan yang paling rendah ialah puasa Asyura saja, kemudian atasnya adalah puasa Asyura dan puasa Tasu'a, dan yang terakhir, tingkatan yang paling tinggi adalah puasa Asyura, Tasu'a dan puasa hari kesebelas (bulan Muharram).  

Asal Hukum Puasa Asyura

Para ulama berpendapat bahwa puasa Asyura itu hukumnya wajib sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan pada tahun kedua hijriah.

Maka, setelah diwajibkan puasa Ramadhan, puasa ini menjadi puasa sunah 'muakkad' (sangat dianjurkan). Dan inilah pendapat kebanyakan ulama.   

Namun, pendapat yang lain mengatakan bahwa puasa ini memang sejak dulu hukumnya sunnah ’muakkad’, tidak wajib, hingga diwajibkan puasa Ramadhan, maka hukumnya kembali menjadi sunah biasa. Namun pendapat ini lemah, seperti yang ditegaskan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani.  

Baca Juga: Amalan Doa untuk Meraih Husnul Khatimah

Keutamaan Puasa Asyura

Asyura juga termasuk puasa yang sangat dianjurkan oleh agama islam. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulannya Allah, Muharram.” (HR Muslim).  

Di antara keutamaan puasa ini ialah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu. Dari sahabat Abu Qatadah, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

“Puasa hari Asyura, aku berharap kepada Allah agar Ia mengampuni dosa setahun yang lalu.” (HR at-Tirmidzi).  

Disebutkan dalam riwayat yang lain pula, bahwa Nabi Muhammad ﷺ ditanya tentang puasa Asyura, maka beliau menjawab:

“(Puasa tersebut) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim).  

Nah, seperti yang telah diketahui, yang dimaksud dengan penghapusan dosa di sini adalah dosa-dosa kecil, bukan dosa-dosa besar.

Tetapi, apabila tidak memiliki dosa kecil, maka diharapkan adanya keringanan dari dosa-dosa besar. Jika tidak, maka diangkat derajatnya.***

Editor: Herry Iswandi

Sumber: nu.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x