Baca Juga: SERANGAN BALIK! Ukraina Klaim Berhasil Membuat Rusia Kelaparan
Senada dengan nasihat Nabi SAW, kepada Muadz, Nabi Sulaiman pun berdoa pada Allah supaya diberi ilham untuk bersyukur atas nikmat dan dimudahkan dalam ketaatan yang akan mendatangkan keridaan Allah SWT,
“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridoi dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (TQS. An-Naml: 19).
Hadis di atas juga doa Nabi Sulaiman as. memberikan pelajaran bahwa orang yang mengingat Allah, menyebutkan nama-Nya, mengenal sifat-sifat-Nya, merasakan limpahan kenikmatan-Nya, maka dia akan mampu bersyukur.
Sedangkan puncak dari wujud syukur adalah memperbaiki kualitas ibadah dan ketaatan sesuai dengan petunjuk syariat demi untuk meraih keridaan-Nya.
Semoga kita tergolong orang-orang yang selalu bersyukur kepada Allah. Memperbaiki kualitas ibadah kepada-Nya, sehingga menjadi hamba yang beruntung.
Bukti nyata syukur berupa ketaatan juga disampaikan Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan, dan anggota badan. (Minhajul Qosidin, hal. 305). Syukur dari hati dalam bentuk rasa cinta dan tobat yang disertai ketaatan. Adapun di lisan, syukur itu akan tampak dalam bentuk pujian dan sanjungan. Dan syukur juga akan muncul dalam bentuk ketaatan dan pengabdian oleh segenap anggota badan.” (Al Fawa’id, hal. 124-125).
Lawan syukur nikmat adalah kufur nikmat. Penampakan kufur nikmat bisa dalam bentuk menggunakan kenikmatan yang telah Allah berikan pada jalan yang tidak diridai Allah dan enggan mengucapkan, “Alhamdulillah,” demikianlah pendapat Imam Al Ghazali.