Kedua, Mubtadaah Ghairu Mumayyizah
Menurut Sayyid Abdurrahman, mubtadaah ghairu mumayyizah bisa digambarkan dengan dua hal,
(1) Wanita yang pertama kali mengeluarkan darah haid melebihi batas maksimal haidh dengan satu sifat, misal hitam saja, atau merah saja; dan
(2) Wanita yang pertama kali haidh melebihi batas maksimal, dan darah yang keluar dengan warna yang berbeda, namun tidak bisa membedakan warna darah yang keluar.
Dalam hal ini, yang dianggap sebagai darah haidh hanyalah satu hari satu malam pertama saat mengalami pendarahan, sementara hari selanjutnya dianggap sebagai darah istihadhah. (Abdurrahman as-Saqaf, 72).
Ketiga, Mu’tadah Mumayyizah
Mu’tadah adalah wanita yang sudah pernah mengalami haid dan masa suci.
Baca Juga: Cara Menebus Kesalahan terhadap Orang Tua yang Sudah Wafat
Sedangkan mu’tadah mumayyizah adalah wanita yang pernah mengalami haidh dan memiliki adat kebiasaan masa haidh, kemudian keluar darah kuat melebihi adat biasanya, dan disusul dengan darah lemah.
Dalam hal ini, yang dihukumi sebagai haidh adalah darah yang kuat, sekalipun melebihi adat haidhnya, sedangkan darah yang lemah dihukumi istihadhah. (Abdurrahman as-Saqaf, 73).