Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 173 yang artinya, “Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.”
Baca Juga: Makna Pernikahan adalah Impian Semua Orang
Demikian pula merujuk kaidah fiqih, yaitu “Setiap bentuk kemudaratan (bahaya) harus dihilangkan.” Juga kaidah, “Apabila dua mafsadah (kerugian) bertolak belakang, maka kerugian yang paling besar ditolak dengan melakukan kerugian yang paling ringan (risikonya).” (Imam as-Suyuthi, Al-Asybah wa an-Nazhair, hal 83 dan 87).
Hal ini juga ditegaskan oleh beberapa ulama, di antaranya Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ (III/139), Imam ar-Rauyani dalam Bahr al-Madzhab (II/194), dan Asy-Syihab an-Nafrawi dalam Al-Fawakih ad-Dawani (II/287).
Maksud ‘tidak ada alernatif yang suci’ dalam konteks ini, Imam Sulaiman al-Ajili dalam Hasyiyah al-Jamal (I/417) menjelaskan, sekiranya tidak bisa diperoleh kecuali dengan mencarinya akan mendapatkan kesulitan di luar batas kemampuan. Dengan kata lain, jika kemungkinan ada, wajib mencarinya terlebih dulu.***