WARTA LOMBOK – Awal November 2021 menjadi penanda kebijakan baru Pemerintah terkait tes polymerase chain reaction (PCR).
Pemerintah mengeluarkan kebijakan mulai Senin, 1 November 2021 tes PCR tidak lagi menjadi persyaratan melakukan perjalan dengan pesawat terbang.
Masyarakat yang bepergian menggunakan pesawat terbang tidak lagi diwajibkan melakukan tes PCR.
Baca Juga: SBY Melukis Hasil Jepretan Mendiang Istrinya Ani Yudhoyono, Pasti Bisa Kalo Berusaha Ungkapnya
Baca Juga: Balika Vadhu ANTV: Anandhi Penyebab Hubungan Keluarga Retak, Sumitra Mengusirnya dari Rumah Kalyani
Aturan ini berlaku awal November 2021 bagi masyarakat yang berada di wilayah Pulau Jawa dan Bali.
Kebijakan pemerintah yang mencabut kewajiban melakukan tes PCR bagi masyarakat yang bepergian lewat jalur udara ini mendapat beragam tanggapan.
Salah satu yang memberikan tanggapan terkait kebijakan Pemerintah tersebut adalah Said Didu.
Ia mempertanyakan kebijakan pemerintah termasuk harga PCR yang terus berubah-ubah sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel “Cium Bisnis Covid-19, Said Didu: Kenapa Harga PCR Berubah-ubah Tidak Konsisten?”.
Baca Juga: Bagian 4 Terlengkap, Soal dan Jawaban untuk Kompetensi Teknis, Manajerial dan Sosio Kultural
"Kenapa kebijakan ini tidak konsisten? Berarti ada variabel yang tidak dipertimbangkan dengan baik, sehingga berubah," kata Said Didu dalam acara 'Rakyat Bingung:Maju Mundur Aturan PCR', di YouTube tvOneNews, Selasa, 2 November 2021.
Dia juga mempertanyakan jika kebijakan PCR dibatalkan apakah boleh masyarakat meminta uang kembali. Menurutnya, berubahnya kebijakan PCR, masyarakat menjadi korban.
"Berapa puluh ribu orang tes PCR hari ini, tahu-tahu dibatalkan. Bolehkan mereka minta uangnya kembali? Ini korban kebijakan," ujar Said Didu.
Dia menyarankan masyarakat yang sudah terlanjur tes PCR tapi dibatalkan untuk meminta uang kembali ke pemerintah.
Said Didu juga mempertanyakan terkait tes PCR mengapa rakyat yang harus membayar, padahal merupakan kebijakan publik. Dia menduga, hal itu terkait bisnis Covid-19.
"Artinya ada orang yang mau berdagang dengan rakyat," katanya.***