Bukan hal mudah diakui oleh Laila saat dirinya masih duduk di bangku sekolah. Apalagi menjadi siswa di SMA favorit di kotanya, SMAN 1 Pamekasan.
Ejekan dan cibiran menjadi konsumsi sehari-hari Laila sejak kecil. Ayahnya yang berprofesi tukang becak dan dari keluarga miskin, menjadi bahan ejekan yang kerap dilontarkan.
Saat merasa pesimis, dia berusaha bankit lagi. Laila merasa harus membuktikan, meski oang tuanya miskin bukan berarti dia harus lemah.
Pernah merasa iri dengan teman-teman yang bisa memiliki motor dan fasilitas pendidikan yang mumpuni, dia berusaha menguatkan diri, bahwa perbedaan bukan berarti penghalang cita-cita.
Beasiswa di ITS Surabaya
Selama masih duduk di bangku SMA, setiap tahun Laila memperoleh peringkat nilai tertinggi di angkatannya. Hal ini menjadi salah satu tepisan melalui bukti nyata buat teman-teman yang telah mengejeknya.
Apalagi setelah lulus di tahun 2011, Laila berhasil meraih beasiswa untuk melanjutkan ke Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.
Setelah lulus S1 Fakultas Tekhnologi Industri, Laila kembali melanjutkan studi di program pascasarjana atau S2 di fakultas yang sama.
Tak tanggung-tanggung, torehan prestasi dan status cumlaude telah membawa namanya untuk memperoleh beasiswa lagi.
Gelar Doktor di Kampus yang Sama
Demi menggapai cita-cita untuk menjadi seorang dosen, dia kembali mencari pasokan dana untuk bisa lanjut sekolah lagi.