Viral ‘Surat Cinta’ Prof Zainal Asikin Untuk Kapolda NTB Terkait Kasus Penahanan Empat IRT dan Dua Balita

- 24 Februari 2021, 14:01 WIB
Penahanan 4 orang ibu rumah tangga bersama dua balita di Lombok Tengah mendapat perhatian sejumlah pihak diantaranya Gubernur NTB dan pakar hukum Prof Zainal Asikin
Penahanan 4 orang ibu rumah tangga bersama dua balita di Lombok Tengah mendapat perhatian sejumlah pihak diantaranya Gubernur NTB dan pakar hukum Prof Zainal Asikin /Facebook/Zee Gora

WARTA LOMBOK - Kasus penahanan 4 IRT dan dua balita di Lombok Tengah seketika menjadi viral di berbagai media sosial akhir-akhir ini baik dari media lokal NTB maupun media nasional.

Kasus yang melibatkan anak di bawah umur ini kian menjadi sorotan publik karena diduga tidak mempertimbangkan rasa kemanusiaan. Hal ini pun menimbulkan reaksi masif dari berbagai pihak.

Dari informasi yang dihimpun Warta Lombok.com dari berbagai sumber, gelombang massa yang tergabung dalam sejumlah LSM, belasan pengacara ternama dan organisasi Pam Swakarsa mulai gerah dan melakukan pembelaan.

Bahkan Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah pun turun tangan terkait hal tersebut. Kasus ini juga mendapat perhatian dari salah seorang ahli hukum kenamaan NTB Profesor Dr. H Zainal Asikin, SH, SU.

Dalam cuitannya yang beredar di media sosial, Zainal Asikin membuat surat terbuka melalui yang kemudian disebut sebagai surat cinta untuk Kapolda NTB. Berikut petikan isi surat yang ia unggah tersebut:

Assalamualikum Wr Wb. Yang saya banggakan Pak Kapolda NTB!
Mohon maaf beribu maaf, jika surat ini saya buat, karena jika saya sampaikan langsung, saya khawatir surat ini tidak cepat sampai dan tidak segera dapat bicara.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Harian 24 Februari 2021, Pahami Tujuanmu Virgo dan Scorpio

Padahal saat ini ada 4 orang ibu (Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, Hultiah) dan dan 2 orang balita sedang menanti “tangan mulia“ bapak agar ibu dan anak anak tersebut dapat segera dikeluarkan dari tahanan, atas nama keadilan, kemanusiaan dan kepanasan.

Keadilan sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu dan anak-anak tersebut, karena betapa naifnya jika gara gara mereka melempar dan atau merusak sebuah gudang atau bangunan yang” mungkin dianggap merugikan pengusaha puluhan juta rupiah “ yang berujung penahanan ibu ibu dan anaknya yang masih balita.

Jika memang ada kerugian 4 juta rupiah atau puluhan juta rupiah, maka kami siap mengganti ruginya dengan nilai yang lebih tinggi dan seimbang dengan nilai kesalahan yang dilakukan.

Tapi menahan ibu-ibu dengan anaknya, adalah suatu ketidak adilan yang justru dapat meruntuhkan nilai nilai moralitas penegakan hukum.

Kemanusiaan, adalah sebuah cita cita hukum yang memerlukan semangat persaudaraan dan persatuan. Bahwa ibu-ibu yang lugu ini tentunya tidak berlaku seperti itu (melempar sampai rusak sebuah fasilitas perusahaan), jika tidak dilandasi oleh “sebab yang terjadi sebelumnya“.

Baca Juga: Infrastruktur Dapat Mengancam Kesuksesan Vaksinasi, Kang Emil Memaksimalkan Gedung Olahraga Dukung Vaksinasi

Maka tentunya patutlah didalami apa sebabnya seorang wanita lugu bersikap seperti. Wanita akan berbuat seperti itu karena merasa perlindungan akan rasa aman dan nyaman, mungkin tidak diperoleh selama ini atas keberadaan yang berada didekatnya.

Disinilah pentingnya “penyelidikan secara seksama dengan pendekatan kemanusiaan dan hati nurani“. Maka menahan ibu ibu dengan bayinya atas sebuah kerugian materiel yang terlalu kecil bagi seorang pengusaha sangatlah tidak berkesesuaian dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Kemanfaatan (Utility) apa yang dapat diperoleh dengan melakukan penahanan ibu ibu dan anak ananya ?. Bukankah gudang tembakau berada pada lingkungan masyarakat dan setiap hari berinteraksi dengan masyarakat.

Tentu penahanan ini justru akan menimbulkan disharmoni antara masyarakat dengan pengusaha.

Pak Kapolda!

Tentu saya berharap dan sama sama pernah menbaca Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana.

Baca Juga: Puskesmas Aikmel Turunkan Tim Kesehatan, Hampir 100 Persen Siswi SMPN 1 Aikmel Hemoglobinnya Normal

Proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, merupakan entry point dari suatu penegakan hukum pidana melalui sistem peradilan pidana (criminal justice system) di Indonesia.

Proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana merupakan kunci utama penentuan dapat tidaknya suatu tindak pidana dilanjutkan ke proses penuntutan dan peradilan pidana guna mewujudkan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dengan tetap mengedepankan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Perkembangan sistem dan metode penegakan hukum di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan mengikuti perkembangan keadilan masyarakat terutama perkembangan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dengan membebani pelaku kejahatan dengan kesadarannya mengakui kesalahan, meminta maaf, dan mengembalikan kerusakan dan kerugian korban seperti semula atau setidaknya menyerupai kondisi semula, yang dapat memenuhi rasa keadilan korban.

Surat edaran Kapolri tentang Restorative Justice inilah yang selanjutnya dijadikan landasan hukum dan pedoman bagi penyelidik dan penyidik Polri yang melaksanakan penyelidikan/penyidikan, termasuk sebagai jaminan perlindungan hukum serta pengawasan pengendalian, dalam penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dalam konsep penyelidikan dan penyidikan tindak pidana demi mewujudkan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat, sehingga dapat mewujudkan keseragaman pemahaman dan penerapan keadilan restoratif (restorative justice) di Lingkungan Polri.

Baca Juga: Perisean, Seni Budaya Khas Suku Sasak di Pulau Lombok yang Berawal dari Beladiri Mengusir Penjajah

Metode penyelesaian perkara pidana yang mencerminkan penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) yang dapat dijadikan acuan dalam penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) terhadap perkara pidana, adalah juga mengacu pada Pasal 16 ayat (1) huruf L dan Pasal 18 Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 5 ayat (1) angka 4 Undang Undang No.08 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Pedoman penanganan Penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice adalah sebagai berikut: Tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan tidak ada penolakan masyarakat;Tidak berdampak konflik sosial; Adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak menuntutnya dihadapan hukum;
Prinsip pembatas lainnya bahwa pada pelaku: Tindak kesalahan pelaku relatif tidak berat, yakni kesalahan (schuld) atau mensrea dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) terutama kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als oogmerk); dan Pelaku bukan residivis.

Berdasarkan alasan alasan di atas, mengingtat tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat dan kami dan masyarakat lainya bersedia menjadi penjamin bahkan bersedia memberikan ganti rugi, dan demi kedamaian bersama dan keberlanjutkan iklim berusaha pada wilayah sekitar, maka alangkah pantasnya Bapak berkenan menerapkan “restoratif justice” dalam perkara ibu-ibu dan anak-anak yang sekarang ditahan pada tahanan Polres Lombok Tengah.

Baca Juga: Menyambut Ajang MotoGP, Progres Konstruksi Jalan Kawasan Khusus Mandalika Telah Mencapai 58 Persen

Demikianlah surat terbuka ini saya sampaikan, dan atas kebijakan dan kebaikan hati bapak, kami haturkan terima kasih.

Mohon Maaf jika terdapat kekeliruan kami.
Wassaaalam Wr wb. / Mataram 18 Februari 2021. Prof.Dr. H.Zainal Asikin, SH, SU.

Demikianlah isi “surat Cinta” Prof Zainal yang beredar dan viral di berbagai media sosial yang menuntut keadilan atas penahanan 4 orang IRT dan dua balita atas pertimbangan kemanusiaan.***

Editor: Herry Iswandi

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x