Keterangan mereka juga menuntut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lombok Timur untuk tegas mengatasi masalah SK honor baru yang terus bermunculan sampai akhir 2023 kemarin. Sementara yang paling urgensi dipertanyakan guru honorer dalam audiensi tersebut, masalah ditiadakannya tunjangan hari raya (THR) atau Gaji 13.
"Apa alasan pemerintah daerah tidak memberikan THR dan gaji ke- 13 kepada tenaga honorer. Padahal jelas bunyi pasal dan diktum pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 14 tahun 2024 sama dengan tahun 2022," ujar salah satu perwakilan guru honorer A’an Kusnadi Amin.
Menurutnya, bunyi pasal, konsideran, dan lainnya dalam peraturan pemerintah tersebut sama dengan tahun sebelumnya, yang membedakannya hanya tanggal penetapannya saja. “Kenapa dulu bisa sekarang tidak bisa,” katanya
Persoalan ini kata dia, menjadi polemik di lingkungan sekolah sehingga pemerintah harus segera mengambil sikap dan memastikan persoalan tersebut tidak menjadi kisruh di tingkat bawah.
Bukan hanya Aan Kusnadi, salah seorang guru perempuan dari kecamatan Suela dan mengajar di SD Puncak Jeringo, Marwah, S.Pd diluar ruangan audiensi meneriakkan seruan agar pejabat Lombok Timur membuka mata hati melihat kondisi para guru honorer.
“Buka hati kalian para pejabat. Anak didik saya sudah menjadi dokter, polisi sedangkan saya masih jadi honorer” teriaknya.
Dengan nada yang menggebu-gebu, guru perempuan ini berteriak menyatakan, bahwa dirinya sudah 20 tahun menjadi guru honorer, akan tetapi akuinya tidak ada kebijakan berpihak pada guru honorer yang telah memiliki masa pengabdian lama.