AS Umumkan Akan Luncurkan Kembali Kapal Perusak Berpeluru Kendali ke Laut China Selatan

26 November 2020, 16:37 WIB
ILUSTRASI kapal Perusak Amerika Serikat (AS) kelas Arleigh Burke, USS John S. McCain.* /US Navy/AFP/File

WARTA LOMBOK - Pengenalan kapal kelas Arleigh Burke diresmikan pada hari Sabtu di situs resmi Armada Pasifik AS.

Amerika Serikat mengumumkan akan kembali mengirimkan USS Barry, kapal perusak berpeluru kendali ke Laut China Selatan untuk melaksanakan misi keamanan.

"Kehadiran yang berkelanjutan di Laut Cina Selatan sangat penting dalam mempertahankan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," ujar Komandan USS Barry Cmdr Chris Gahl, dikutip wartalombok.com dari laman Pikiran-Rakyat.com.

Baca Juga: Maradona Telah Pergi, Pele: Suatu Hari, Saya Harap Kita Bisa Bermain Bola Bersama di Langit

Hal tersebut memicu kekhawatiran akan konflik yang bisa terjadi di perairan yang disengketakan.

Dalam pernyataan itu, USS Barry akan membantu 'mempromosikan perdamaian dan stabilitas' di wilayah tersebut.

Ia juga mengatakan jika semua negara memiliki kebebasan untuk bernavigasi di perairan international itu penting.

"Transit Barry di Selat Taiwan kemarin memastikan hak dan menanamkan kepercayaan semua negara untuk berdagang dan berkomunikasi di Laut China Selatan," tuturnya.

Baca Juga: Kasus Prostitusi Online Kembali Menjerat Selebriti, Polisi Ciduk Artis ST dan MA

Mengenai tujuan dari kapal tersebut, Letjen Jordan Brooks, salah satu perwira di dek Barry mengunkapkan untuk memberi keamanan di laut terbuka yang disenketakan.

"Sungguh luar biasa jumlah kapal penangkap ikan dan pedagang yang melewati dan menjalankan bisnis mereka di perairan ini setiap hari," katanya.

"Untuk menyelesaikan misi kami dengan aman, efektif, dan profesional, Barry terus-menerus bekerja sebagai tim dan selalu waspada serta berkomunikasi," ujarnya menambahkan.

Sebagaimana berita Pikiran-Rakyat.com dala artikel “AS Kembali Umumkan akan Luncurkan Kapal Rudal untuk Keamanan di Laut China Selatan”, kapal perusak berpeluru kendali Angkatan Laut AS di Destroyer Squadron 15, merupakan yang terbesar dari jenisnya, dan terus-menerus tinggal di wilayah tersebut.

Baca Juga: India Keluarkan Aturan Baru, Hukuman Penjara Bagi yang Pindah Agama Dengan Alasan Menikah

Bulan ini menandai kelima kalinya penempatan tahun 2020 dimana Barry telah melakukan misi rutin di wilayah tersebut.

Letnan Cmdr Timothy Baker, petugas rencana dan taktik Barry, mengatakan pada April lalu, Barry melakukan operasi Freedom of Navigation (FON) di sekitar Kepulauan Paracel dan kemudian bertemu dengan kelompok pemogokan ekspedisi USS Amerika untuk operasi di Laut Cina Selatan.

"Baik beroperasi secara mandiri atau sebagai bagian dari grup yang lebih besar, Barry berfungsi sebagai simbol yang sangat terlihat dari kekuatan luar biasa yang dapat dikerahkan Amerika Serikat untuk mengalahkan agresi," tuturnya.

Pengungkapan itu muncul ketika AS meminta negara lain untuk menentang dominasi Tiongkok di perairan yang disengketakan setelah Beijing membangun pangkalan militer di Atol.

David Feith, wakil asisten sekretaris untuk kebijakan regional dan keamanan dan urusan multilateral di Biro AS Urusan Asia Timur dan Pasifik, mengatakan Washington akan meningkatkan jumlah perjanjian 'pengirim kapal' untuk melawan 'perilaku agresif' Tiongkok.

"Di beberapa daerah, seperti Pasifik Utara, kapal penangkap ikan tanpa kewarganegaraan menunjukkan karakteristik registrasi Tiongkok," tuturnya.

Ia juga mengungkapkan, milisi miritim Tiongkok diperkirakan mencakup lebih dari 3.000 kapal yang secara aktif melakukan perilaku agresif di laut lepas.

Di bawah perjanjian pengirim kapal, otoritas satu negara diizinkan untuk menaiki kapal atau pesawat penegak hukum negara lain saat berpatroli.

Baca Juga: Menteri KKP Ditangkap KPK, Susi Pudjiastuti Dirindukan Rakyat

Langkah polisi penangkapan ikan ilegal menimbulkan kekhawatiran di antara beberapa sekutu AS yang merupakan anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Gilang Kembara, peneliti di Pusat Kajian Strategis dan Internasional di Indonesia, mengatakan Jakarta tidak akan menyetujui langkah militeristik AS.

"Saya kira hal yang baik jika AS menawarkan kerja sama dengan penjaga pantai kepada Indonesia, karena IUU fishing adalah kegiatan kriminal, jadi kita perlu penegakan hukum untuk melawannya," tuturnya.

"Tapi jika yang mereka tawarkan adalah kerja sama dengan Angkatan Laut AS, dan ini menjadi masalah (militer) pendekatan itu berlebihan karena menurut saya penangkapan ikan IUU bukanlah ancaman eksistensial bagi suatu negara," katanya menambahkan.

Sedangkan, Jay L Batongbacal, direktur Institut Urusan Maritim dan Hukum Laut Universitas Filipina, memperingatkan tentang kemungkinan oposisi juga dari Filipina.

Baca Juga: 'Siap Pimpin Dunia' Kembali, Joe Biden Bentuk Tim Keamanan

"Tapi (Manila) mungkin akan puas dengan berbagi informasi tentang kegiatan di laut, dan setidaknya dalam dua sampai tiga tahun terakhir pemerintah, terutama biro perikanan, telah benar-benar memanfaatkan informasi yang tersedia dari AS tentang asing. aktivitas penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusif Filipina (ZEE)," ujarnya.***(Rahmi Nurfajriani/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: LU Ali

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler