Perintah pengadilan telah memberi waktu bagi warga negara Myanmar untuk kembali ke wilayahnya sampai hingga 24 Februari 2021.
Namun Departemen Imigrasi belum menanggapi pertanyaan dari para aktivis dan kritikus tentang deportasi dini, dimana juga secara terbuka menentang perintah pengadilan.
Faktanya, sebuah sidang telah dijadwalkan untuk kelompok hak asasi untuk mengajukan proposal yang melibatkan penangguhan total deportasi.
Di Myanmar, media yang didukung militer mengatakan para pengungsi yang kembali tidak diberikan izin masuk kembali di bawah pemerintahan yang dikelola sipil sebelumnya.
"Kami memeriksa bahwa mereka semua adalah warga negara kami, bukan Bengali," kata seorang pejabat imigrasi Myanmar.
Digunakan nya kata ‘Bengali’ sebagai istilah yang merendahkan untuk merujuk pada minoritas Muslim-Rohyingya, yang dianggap junta sebagai orang asing.
Diketahui bangsa Asia Tenggara bukanlah penandatangan Konvensi Pengungsi PBB.
Artinya, mereka yang datang ke Malaysia untuk mencari status pengungsi atau suaka hanya akan diklasifikasikan sebagai migran tidak berdokumen.
Hal ini juga mempersulit UNHCR cabang Malaysia untuk mendapatkan akses ke pengungsi dan pencari suaka untuk verifikasi dan pendaftaran status.