WARTA LOMBOK – I’tikaf merupakan salah satu amalan yang tercatat sebagai ibadah di sisi Allah SWT apabila dilakukan sesuai syariat.
Sebagaimana firman Allah yang artinya:“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”(QS. At-Taubah: 18).
Dikutip wartalombok.com dari kitab Al-Bayyinatul Ilmiyyah Fil Mas’alatil Fiqhiyyah, berikut ketentuan-ketentuan dalam melaksanakan i’tikaf.
Baca Juga: Sinopsis Balika Vadhu, TERKEJUT! Amol Bertemu Orang Tua Kandungnya, Dia Menolak Meninggalkan Anandhi
Baca Juga: Sinopsis Balika Vadhu, TERPAKSA! Orang Tua Amol Terus Memohon, Anandhi Terpaksa Merelakannya
Orang yang bisa melaksanakan i’tikaf adalah sudah orang berakal, sebab orang yang tidak berakal tidak terbebani hukum syari’at.
Selanjutnya i’tikaf hanya sah dilakukan oleh orang yang sudah mumayyiz, berarti i'tikaf tidak sah jika dilakukan oleh anak kecil yang belum mumayyiz.
I’tikaf juga lakukan dalam kondisi suci, oleh karena itu i’tikaf tidak sah jika dilakukan oleh orang yang sedang junub, haidh, atau nifas.
Berdasarkan sabda Rasulullah yang artinya: “Sesungguhnya setiap amalan itu berdasarkan niat dan setiap amalan seseorng itu tergantung dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari: 1, Muslim: 1907).