Adapun tempat i'tikaf boleh dilakukan di manapun, baik itu berupa masjid maupun mushalla, sebab semua ini termasuk keumuman lafazh firman Allah yang artinya:“Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid.”(QS. Al-Baqarah: 187).
Terkecuali mushalla yang terdapat di dalam rumah. Disunnahkan i’tikaf di masjid (yang didirikan shalat jum’at di dalamnya) jika dikhawatirkan orang i’tikaf terluput dari melaksanakan shalat Jum’at. Ini pendapat Imam Malik, Asy-Syafi'i, dan Dawud.
Baca Juga: Suka Minum Bubble ? ini 7 Bahaya Keseringan Minum Bubble Tea Bagi Kesehatan Tubuh
Jangka waktu i’tikaf boleh dilakukan baik untuk jangka waktu yang lama maupun jangka waktu yang singkat. Yakni sah melakukan i’tikaf dengan berdiam di masjid walaupun untuk beberapa saat saja. Ini adalah pendapat Jumhur ulama’ Asy-Syafi’i, Ahmad, Dawud, dan Abu Hanifah.
Adapun hal-hal yang dapat membatalkan i’tikaf antara lain keluar dari tampat i’tikafnya tanpa ada kebutuhan yang mendesak dan melakukan hubungan suami isteri.
Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid.”(QS. Al-Baqarah: 187).
Murtad juga merupakan hal yang membatalkan i’tikaf, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu” (QS. Az-Zumar: 65).
Mabuk, haid dan nifas juga merupakan hal yang bias membatalkan i’tikaf. Waalahu A’lam.***