Baca Juga: NTB Kampanyekan Diversifikasi Pangan Lokal Pengganti Nasi
Walaupun pemilu presiden dan wakil presiden RI masih lama (sesuai dengan jadwal pada tanggal 28 Februari 2024), nama-nama bakal capres tidak tabu dibicarakan oleh publik. Hal ini, menurut dia, justru menjadi poin positif untuk pembangunan budaya demokrasi dan keterbukaan politik bangsa ini.
"Hingga orang tidak sungkan berbicara. Hal ini beda dengan zaman Orde Baru, tidak ada orang yang berani bicara siapa pun pengganti H.M. Soeharto," kata alumnus Flinders University Australia ini.
Sekarang ini, menurut dia, lebih bagus karena ada pendemokrasian (demokratisasi) ketika orang sudah selesai masa jabatannya dan tidak mungkin lagi menjabat di tempat itu, muncul nama-nama baru.
"Nah, nama-nama baru muncul ke permukaan dalam wacana publik itu bagian dari proses demokratisasi. Jadi, jangan dilihat kemudian munculnya lembaga survei yang cukup aktif memengaruhi wacana publik itu menjadi menurunkan kadar demokrasi kita," katanya.
"Apakah koalisi Jokowi-Prabowo akan berlangsung?" tanya ANTARA yang dijawab Teguh Yuwono, "Itu menjadi bagian yang menarik. Akan tetapi, itu semua muaranya pada tokoh-tokoh partai sebetulnya, seperti Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan tokoh partai lainnya."
Ia memprediksi pada Pemilu 2024 tokoh-tokoh lama sebagai faktor penentu siapa saja yang menjadi bakal capres/cawapres, sementara figurnya baru, seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Puan Maharani. Mereka bukan tokoh lama selevel dengan Megawati, Amien Rais, SBY, dan Prabowo.
"Sebetulnya pertarungannya masih tokoh-tokoh lama. Pertarungan tokoh-tokoh tua yang memang menguasai jaringan perpolitikan nasional, khususnya di partai-partai besar dan kuat itu," kata analis politik Teguh Yuwono.***