WARTA LOMBOK - Analis politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Teguh Yuwono mengingatkan pengalaman pada masa pemerintahan presiden ke-2 RI H.M. Soeharto kepada sejumlah pihak yang bermaksud mengubah konstitusi dengan menambah masa jabatan presiden.
Hal itu dikatakan Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. di Semarang, Seni 21 Juni 2021.
"Kalangan akademisi dan media massa sebagai penjaga demokrasi harus memastikan bahwa sistem demokrasi yang ada di dalam konstitusi harus ditegakkan," katanya seperti dilansir wartalombok.com dari Antara, Senin 21 Juni 2021.
Teguh Yuwono mengemukakan hal itu terkait dengan pernyataan Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari di sejumlah media yang menjelaskan alasan pembentukan Komunitas Jokowi-Prabowo 2024. Keberadaan sukarelawan ini muncul, karena ada ide dan gagasan dari berbagai kalangan agar Presiden Jokowi bisa menjabat hingga 3 periode.
Teguh Yuwono lantas mengingatkan mereka bahwa bangsa ini pernah punya pengalaman ketika pemerintahan Pak Harto (sapaan akrab Jenderal Besar H.M. Soeharto) tidak ada pembatasan masa bakti sebagai presiden, kemudian bermasalah ke mana-mana.
"Jadi, tidak boleh ada pemikiran-pemikiran, misalnya, mengubah konstitusi dengan menambah masa jabatan presiden," kata Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Undip Semarang ini.
Di sisi lain, Teguh Yuwono melihat fenomena pendukung dengan memunculkan pasangan-pasangan baru atau sukarelawan-sukarelawan baru, seperti sukarelawan Ganjar dan sukarelawan Puan, lebih pada pendidikan politik.
Baca Juga: Profesor Zubairi Djoerban Ungkap Lockdown Bisa Menjadi Jaminan Penurunan Lonjakan Kasus Covid-19