Guna membuktikan validitas dalil tersebut, lanjut Daniel, Pemohon telah mengajukan sejumlah alat bukti. Setelah dicermati oleh MK, dalil tersebut tidak diuraikan lebih lanjut oleh Pemohon terkait seperti apa makna dan dampak dari 'cawe-cawe' yang dimaksud, serta apa saja bukti dari tindakan tersebut.
Lebih lanjut, Daniel mengatakan bahwa berbagai alat bukti yang diajukan Pemohon memang menunjukkan kegiatan dan pernyataan Presiden yang berkehendak untuk 'cawe-cawe' dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024. Hanya saja, MK menilai bukti tersebut tidak cukup kuat untuk membuktikan dalil Pemohon.
“Menurut Mahkamah, tanpa bukti kuat dalam persidangan, tidak dapat begitu saja ditafsirkan sebagai kehendak untuk ikut campur dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 dengan menggunakan cara-cara di luar hukum dan di luar konstitusi,” terang Daniel.
Daniel juga menyebut bahwa MK tidak mendapatkan bukti yang memperlihatkan adanya korelasi antara bentuk 'cawe-cawe' dengan potensi perolehan suara pada salah satu Pasangan Calon (Paslon) Presiden dan Wakil Presiden, dalam pelaksanaan Pilpres 2024.
Dengan berbagai macam pertimbangan-pertimbangan tersebut, MK pun menilai bahwa dalil Pemohon tidak beralasan hukum.
Gugatan AMIN dan Ganjar-Mahfud
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, pada hari Senin, 22 April 2024.
Dalam sidang tersebut, Ketua MK Suhartoyo mengetuk palu pada pukul 08.59 WIB, tanda dimulainya Sidang Sengketa Pilpres 2024.
Adapun gugatan yang diajukan oleh Pasangan Calon (Paslon) Anies-Muhaimin (AMIN) teregistrasi dengan Nomor Perkara 1/PHPU.PRES-XXII/2024. Sementara gugatan Paslon Ganjar-Mahfud teregistrasi dengan Nomor Perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024.