Imam Addaruqutni Kader Muhammadiyah Sebut HRS “Politisasi Agama”, TGB Menjawab

- 22 November 2020, 06:34 WIB
Tuan Guru Bajang (TGB) M Zainul Majdi sedang isi ceramah di Masjid Hubbul Wathan Islamic Center Nusa Tenggara Barat (NTB)
Tuan Guru Bajang (TGB) M Zainul Majdi sedang isi ceramah di Masjid Hubbul Wathan Islamic Center Nusa Tenggara Barat (NTB) /Instagram/@tuangurubajang/Tangkap Layar

WARTA LOMBOK - Mencuat kabar peringatan langsung dari TGB M Zainul Majdi yang juga Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia yang mengingatkan bahwa politisasi agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik akan berdampak buruk dan berbahaya.

Politisasi agama bentuk paling buruk dalam hubungan agama dan politik. Sekelompok kekuatan politik menggunakan sentimen keagamaan untuk menarik simpati kemudian memenangkan kelompoknya. Menggunakan sentimen agama dengan membuat ketakutan pada khalayak ramai. Menggunakan simbol agama untuk mendapatkan simpati.

Memaknai politisasi agama merupakan pemanfaatan agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik, atau agama jadi instrumen untuk mendapatkan hasil politik.

Baca Juga: Menantu Habib Rizieq Shihab (HRS), Sayid Irfan Alaydrus Ternyata Lulusan ITB dan Kader HMI

Politisasi agama juga bisa baik kalau nilai-nilai mulia agama menjadi prinsip dalam berpolitik, sebagaimana yang dilakukan para pendiri bangsa ini.

Menilai ada kelompok tertentu mempolitisasi agama dengan tujuan politik, murni untuk mencapai kekuasaan. Perlu literasi, perlu penegasan bahwa politik bagian dari muamalah, politik bukan akidah.

Sebagaimana berita Mantrasukabumi.com dalam artikel “Intelektual Muhammadiyah Sebut Habib Rizieq Politisasi Agama, TGB: Bagus Karena Ada Nilai Agama”, Politik menjadi hidup dan bagus karena ada nilai agama.

Baca Juga: Ingat Selalu 3M Iya, Biaya Perawatan Pasien Covid-19 Di Rumah Sakit Rata-rata Mencapai Rp184 Juta

TGB memaknai politisasi agama merupakan pemanfaatan agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik, atau agama jadi instrumen untuk mendapatkan hasil politik.

“Menurut saya, politisasi agama bentuk paling buruk dalam hubungan agama dan politik. Sekelompok kekuatan politik menggunakan sentimen keagamaan untuk menarik simpati kemudian memenangkan kelompoknya. Menggunakan sentimen agama dengan membuat ketakutan pada khalayak ramai. Menggunakan simbol agama untuk mendapatkan simpati”, katanya.

Namun, kata Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) itu, politisasi agama juga bisa baik kalau nilai-nilai mulia agama menjadi prinsip dalam berpolitik, sebagaimana yang dilakukan para pendiri bangsa ini.

"Maka politik menjadi hidup dan bagus karena ada nilai agama," kata mantan Gubernur Musa Tenggara Barat itu.

Baca Juga: Golongan Manusia yang Akan Masuk Neraka Meski Rajin Shalat

Melihat kejadian akhir-akhir ini, TGB menilai ada kelompok tertentu mempolitisasi agama dengan tujuan politik, murni untuk mencapai kekuasaan.

"Kita perlu literasi, perlu penegasan bahwa politik bagian dari muamalah, politik bukan akidah," tegas TGB.

Intelektual Muhammadiyah yang juga Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni mencontohkan apa yang dilakukan Rizieq Shihab merupakan bagian dari politisasi agama.

"Kalau Rizieq mungkin mengatakan bukan (politisasi agama). Tapi kalau kita mengatakan iya," kata Imam.

Masih dalam forum yang sama, intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Muhammad Cholil Nafis mengatakan apa yang terjadi akhir-akhir ini bukan karena kegagalan NU dan Muhammadiyah dalam membimbing umat, tetapi lebih pada kegagalan orang yang ingin membawa isu liberal.

"Liberal ini melahirkan radikalisme. Yang kita hadapi ini buah dari proses liberalisasi. Jadi, jangan sampai kita menepi menjadi radikalisme. Bagaimana memasyarakatkan moderasi Islam agar orang tidak menepi ke kanan dan ke kiri," ujar Cholil.

Baca Juga: Kabar Gembira, Pelaku UMKM Diberikan Penghargaan Anugerah Bangga Buatan Indonesia 2020

Sedangkan Direktur Moya Institute Hery Sucipto menegaskan bahwa negara harus hadir dan tegas melindungi segenap warganya termasuk menindak tegas kelompok yang memanfaatkan agama untuk kepentingan provokasi.

"Negara tidak boleh kalah," tegasnya.

Ia mengatakan munculnya konservatisme dan militansi juga akibat adanya pembiaran terhadap kelompok intoleran yang dibungkus dakwah provokatif, padahal dakwah itu harus santun, tidak boleh mencaci, dan melukai pihak lain.

Baca Juga: Karni Ilyas Ungkap Mengapa Tak Pernah Undang Habib Rizieq ke Acara Talk Show-nya

Selain itu, kata dia, kerumunan massa yang dibungkus kegiatan keagamaan beberapa hari lalu tidak boleh terulang lagi karena berbahaya bagi penanganan COVID-19.***(Mantra Sukabumi/Sofar Syaoqi H)

Editor: LU Ali

Sumber: Mantra Sukabumi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah