Index Kebahagiaan 2023 dan Kritik Terhadap Latar Belakang Teorinya

- 16 April 2023, 05:11 WIB
Hanief Saha Ghafur, Dosen Universitas Indonesia
Hanief Saha Ghafur, Dosen Universitas Indonesia /Dok. Warta Lombok/Dok.Hanief/Dok. Warta Lombok

Oleh: Hanief Saha Ghafur

(Ketua Program Doktor Kajian Stratejik & Global, SKSG, Universitas Indonesia) 

WARTA LOMBOK - Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan rilis terbaru terkait Index Kebahagiaan Hidup. Saya sudah lama terusik setiap kali rilis tahunan ini resmi dikeluarkan lembaga PBB.

Index tahunan ini dikeluarkan sejak 2012, dan dimaksudkan untuk memberi dukungan informasi pada setiap pertemuan tingkat tinggi yang digelar PBB. Index ini menyodorkan 6 indikator sebagai instrumen riset mereka di lapangan (baca World Happiness Report 2023). Selain index kebahagiaan dari PBB, juga ada tip Ben Shahar dari School of Psychology, Harvard yang menyodorkan 14 Tip hidup bahagia. Juga ada Randy Pausch dan Jeffrey Zaslow dalam bukunya The Last Lecture yang menyodorkan 30 tip hidup bahagia. Masih banyak resep-resep lain untuk hidup bahagia.

Baca Juga: Mas Menteri, Gus Menteri dan Dinda Menteri, Anak Muda Harapan Masa Depan Indonesia, BRAVOOO

Bahkan mungkin setiap kita punya resep sendiri-sendiri untuk hidup bahagia. Baik indikator index, resep, ataupun tip hidup bahagia itu diterima begitu saja dan nyaris tanpa kritik. Setiap kita boleh saja menyodorkan resep bahagia menurut subjectifitasnya masing2. Namun subjektifitas itu menjadi suatu yg obyektif dan terstandar bila dikenakan pada publik dan diberlakukan kepada setiap negara. Laporan riset itu nyaris tanpa kritik. Apalagi dilakukan oleh lembaga otoritatif seperti PBB.

Riset ini secara bias metodologis & bermasalah. Walaupun syarat dan prosedur risetnya sudah terpenuhi. Walau tetap ada masalah dalam hal penarikan kesimpulan. Selain bias metodologis, juga bermasalah secara teori, bahwa kebahagiaan itu berlaku universal, lintas budaya, & mengeneralisir semua ranah subyektifitas individu.

Generalisasi ini tidak bisa diterima. Disinilah letak masalahnya.

Kebahagiaan itu ada di ranah individu yang selalu bersifat nisbi. Kebahagiaan itu ada di hati sanubari kita masing2. Kebahagiaan itu lekat dengan suasana batin manusia. Suasana batin manusia itu lekat dengan ragam kebudayaan yang berbeda. Begitu juga sebaliknya.

Halaman:

Editor: Mamiq Alki


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah