Wisata Religi di Masjid Kuno Rembitan Pujut Lombok Tengah, Tidak Jauh dari Area KEK Mandalika Lombok

- 12 November 2020, 22:01 WIB
Masjid Kuno Rembitan Pujut Lombok Tengah Berdiri Akhir Abad ke-16
Masjid Kuno Rembitan Pujut Lombok Tengah Berdiri Akhir Abad ke-16 /Instagram/@anomharyacom

WARTA LOMBOK - Wisata Religi Masjid kuno Rembitan terletak di Desa Rambitan, kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Dari Bandar Internasional Lombok (BIL) berjerak sekitar 10 kilometer.

Wisata religi Masjid kuno Rembitan ini bisa menjadi salah satu tujuan wisata para tamu atau wisatawan motoGP 2021 di KEK Mandalika Lombok.

Posisinya sederetan dengan desa wisata Sade dan pantai Kuta Lombok. Masjid Rambitan berdiri di kaki perbukitan.

Baca Juga: Rumah Adat Limbungan, Salah Satu Rumah Adat Sasak di Lombok Timur, Berikut Bentuk dan Maknanya

Rumah-rumah penduduk berdiri di bagian lebih tinggi dan di bawah kaki bukit mengelilingi masjid. Ukuran bangunan masjid Rambitan tidak terlalu besar, seukuran dengan surau pada umumnya: 7,80 M x 7,60 M.

Nurul Aini salah satu pengunjung menjelaska bahwa Masjid kuno Rembitan, memilik banyak bangunan inti tanpa beranda. 

Di luar terdapat sebuah sumur yang disebut kolam berukuran 2,50 M dengan garis tengah bagian atas 5 M dan 3 M pada bagian bawah.

Seluruh unsur bangunan dominan dari ilalang yang diikat memakai tali ijuk, sejenis akar gantung yang sangat tahan lama. Di bagian ini terdapat empat tiang utama penyangga bangunan dengan kurang lebih 28 sampai 30 tiang kecil yang menopang dinding masjid yang terbuat dari pagar bambu.

Baca Juga: Rebo Wekasan Istilah Jawa, di Lombok Disebut Rebo Bontong, Ritual Mandi Bersama Membuang Penyakit

Lantai masjid sepenuhnya tanah, tingginya kurang semeter dari fondasinya. Ukuran mihrab dan pengimaman menyesuaikan ukuran bangunan. Mimbar khatib yang terdiri dari bahan bambu terasa terlalu kecil.

Dan yang paling mencolok adalah sebuah bedug pusaka yang sangat jarang ditabuh.

Berdasarkan catatan para pemerhati sejarah dan kebudayaan Sasak disebutkan bahwa bentuk dasar masjid-masjid di Lombok sebagian besar sama.

Seperti masjid Rambitan Lombok Tengah, masjid Gunung Pujut Lombok Tengah, masjid Songak Lombok Timur dan Masjid Bayan Beleq Lombok Utara, di bawah kaki Gunung Rinjani.

Baca Juga: Pesona Pantai Kuta Mandalika Lombok dan Keunikan Sejarahnya, Bisa Jadi Wisata Utama KEK Mandalika

Empat masjid itu disebut-sebut dan sama-sama mengklaim sebagai masjid kuno Sasak.

Masjid-masjid tua dan bersejarah itu, secara umum, tak ada kerusakan berarti pasca gempa beruntun baru-baru ini.

Masjid kuno Rembitan di Lombok Tengah, yang diperkirakaan berdiri akhir abad ke-16, memiliki posisi tersendiri.

Sepintas tidak ada perbedaan, tetapi jika ditelisik lebih seksama memiliki beberapa bagian yang relatif lebih partikular dan utuh. Misalnya, pada puncak atap tumpangnya atau tajuk mangkurat (susunan jagad) dalam perbendaharaan Jawa, terdapat ornamen burung dari kayu yang berukuran sangat kecil.

Pada beberapa masjid tua di Jawa, seperti masjid pribadi milik Ki Ageng Gribig, Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, terdapat juga ornamen burung kayu pada puncak atapnya.

Baca Juga: 6 Wisata Pantai di Lombok yang Memikat dan Wajib Dikunjungi versi IDN Times

Ornamen burung kecil, burung perkutut menurut keterangan pengurus masjid, di masjid Rambitan, menunjukkan bahwa masjid ini terkait dengan tokoh tertentu dalam sejarah Islam tradisional di pulau Lombok. Perkutut dalam pengucapan orang Sasak adalah pethuk sehingga terdengar tuthuk yang berarti “penghabisan”.

Burung adalah amsal pencapaian ruhani dalam khazanah tasawuf Islam. Ibnu Arabi dalam kitab Tarjumanul Asywaq membahas burung Thawus atau Cendrawasih sebagai perlambang dari keruhanian manusia,satu-satunya aspek terpenting mansia yang mampu menembus lapisan langit kegaiban, atau perlambang ibadah sebagai mikraj manusia.Dalam terjemah Nusantara, burung-burung pada masjid merujuk pada capaian ruhani para pendirinya.

Dalam kepercayaan masyarakat Rambitan sendiri, masjid mereka tidak bisa dilepaskan dari sosok historis dalam sejarah Islam tradisonal Lombok, yakni Wali Nyatok yang dimakamkan tidak jauh dari letak masjid Rambitan.

Baca Juga: Seminar Budaya Belanjakan, Mengangkat Warisan Budaya yang Terlupakan di Gumi Sasak

Makam Wali Nyatok tercatat salah satu kuburan yang paling ramai dikunjungi umat Islam di Lombok. Dibuka sekali dalam sepekan, pada hari Rabu, sesuai dengan wasiatnya kepada para pengikutnya.

Nyatok kadang diartikan “nyata” tetapi bisa juga berarti “satu” atau “nyatu” atau wahdat, mengingatkan pada gelar yang disandang oleh Sunan Bonang, salah satu Wali Songo, yang dimakamkan di Tuban, Jawa Timur.

Mendiang TGH Najmudin Makmun, ulama Lombok kenamaan, menyebutkan kedatangan dua pemuda dari Jawa pada abad 15 Masehi ke Lombok dalam rangka menyebarkan Islam, yakni
Raden Dateng dan Raden Farnas.

Keduanya diasuh oleh suami-istri bernama amak dan inak Buthuh. Raden Dateng kemudian dikenal sebagai Wali Nyatok. 

Para sejarawan Sasak mengkaitkan kedatangan dua wali dari Jawa tersebut dengan sosok Sunan Giri Prapen, Gresik, yang disebut sebagi tokoh tunggal penting penyebar Islam di pulau Lombok dan Indonesia Timur lainnya.

Baca Juga: Air Terjun Mangku Sakti Sembalun, Objek Wisata Alam yang Terlewatkan oleh Wisatawan

Padahal tidak sedikit bukti lain mengenai kehadiran Sunan Kalijaga, Maulana Magribi, Syekh Siti Jenar, dan Wali Jawa lainnya dalam menopang Islam tradisional di Lombok. Artinya, Islam di Lombok berjejaring secara genetik dengan Islam di Jawa dan kawasan lainnya di Nusantara. 

Masyarakat Rambitan meyakini masjid mereka dulunya adalah masjid milik Wali Nyatok untuk beribadah, olah ruhani (khalwat), dan tempat mendaras ajaran Islam. Oleh karenanya, sampai hari ini masjid Rambitan dipakai oleh masyarkat sekitar tetap digunakan melaksanakan ibadah salat lima waktu untuk merawat kesinambungan posisi, fungsi dan maknanya dengan masa lalu.***

Editor: LU Ali


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x