Dengan bertelanjang dada, Pepadu memegang tongkat rotan di tangan kanan dan sebuah perisai di tangan kiri.
Dua orang Pepadu ini bersiap saling mengadu ketangkasan dan kejantanan di depan ratusan penonton yang mengelilingi mereka di luar arena.
Setiap Pepadu hanya boleh memukul bagian atas tubuh lawannya. Mereka tidak boleh memukul bagian bawah tubuh dari pinggang hingga kaki.
Nilai tertinggi akan didapat jika mampu memukul kepala lawannya. Pertarungan Peresean dilakukan dalam lima ronde. Pertarungan akan dianggap selesai jika salah satu dari Pepadu mengeluarkan darah.
Pemenangnya adalah Pepadu yang tidak terluka. Pertarungan ini dipimpin oleh seorang wasit yang disebut pekembar, dan dibantu oleh seorang pengadil.
Makna Tarung Peresean
Arenanya sangat berguna untuk menguji sportivitas karena disaksikan oleh banyak orang. Para petarung harus menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang kurang baik serta kecurangan.
Dengan cara demikian, masyarakat Lombok dapat menunjukkan kemampuan dan harga dirinya. Tradisi Peresean adalah upacara yang diilhami dari legenda Putri Mandalika.