Tuntutan Hukuman Mati Bagi Juliari Batubara, Haris Azhar: Tidak Akan Menyelesaikan Masalah

- 9 Desember 2020, 11:54 WIB
Haris Azhar menolak tuntutan hukuman mati bagi koruptor sebab tidak akan merubah kondisi Indonesia.
Haris Azhar menolak tuntutan hukuman mati bagi koruptor sebab tidak akan merubah kondisi Indonesia. /Instagram.com/@azharharis

WARTA LOMBOK - Terungkapnya kasus korupsi yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara terus menjadi perbincangan.

Juliari ditangkap KPK karena dugaan suap korupsi dana Bantuan Sosial (bansos) penanganan Covid-19 untuk daerah Jabodetabek.

Tertangkapnya Juliari menimbulkan perdebatan terkait tuntutan hukuman mati bagi pejabat yang korupsi.

Baca Juga: Tahun 2021 Pembelajaran Tatap Muka akan Dimulai, Namun Harus Dilakukan dengan Syarat yang Ketat

Banyak pihak yang menuntut agar Juliari dihukum mati atas perbuatannya yang menyalahgunakan jabatannya untuk korupsi dana bansos Covid-19.

Hal ini didasarkan atas ancaman Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di saat Covid-19 mulai merebak.

Namun demikian, bagi Haris Azhar tuntutan hukuman mati bagi Juliari bukan solusi sebab tidak akan menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Aktivis HAM itu lantas menyoroti kualitas bansos Covid-19 yang dianggapnya tidak memiliki kualitas yang bagus.

Baca Juga: Bantuan Kouta Internet Kemendikbud Sudah Cair Sekaligus untuk November dan Desember

Baca Juga: Mau Dapat BLT UMKM Tahap 2, Berikut Cara Cek Status Penerima dan Penuhi Syaratnya Ya

Penerima bansos Covid-19 asal Jakarta bernama Lisyani Abas, warga Palmerah, Jakarta Barat mengakui adanya penyusutan komponen bantuan yang disalurkan ke penerima. 

"Pas awal-awal terima sembako, kira-kira bulan Mei, memang agak banyak," tuturnya sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel "Bansos Covid-19 Tak Berkualitas, Aktivis: Hukuman Mati bagi Koruptor Gak Bikin Minyaknya Jadi Bagus", pada Rabu 9 Desember 2020.

Bantuan itu diterima Lisyani setiap bulan sejak April 2020. Namun, mulai ada penurunan pada bulan September-November 2020.

"Jadi, mie, saus, kecap, itu udah enggak ada lagi," ujar Lisyani yang mengaku hanya mendapat dua kaleng dencis, susu, dua liter minyak dan 10 kilogram beras pada periode tersebut.

Baca Juga: Komnas HAM Bentuk Tim Khusus Selidiki Insiden Polisi-FPI, Jimly: Jangan Jadi Beban Perpecahan

Baca Juga: Begini Tanggapan Ustadz Abdul Somad Terkait Insiden Polisi dan Anggota FPI

Ia menyebut setiap kantung bansos diberikan dalam kondisi terikat kuat sehingga diduga tidak ada intervensi dari pihak RW maupun RT.

"Berasnya juga bau karung, pak! Ada yang udah berkutu," kata dia. Alhasil, warga harus menjemur beras dengan bawang putih atau daun pandan sebelum dimasak dan dikonsumsi.

"Ya, ada yang mengeluh, mau enggak mau ya terima lah," ungkapnya.

Melihat hal tersebut, Haris Azhar menegaskan kalau hukuman mati bagi Menteri Sosial Juliari P. Batubara takkan menyelesaikan persoalan yang menjadi pemicu korupsi di Indonesia.

Ia khawatir penangkapan dan penindakan koruptor hari ini hanya teatrikal saja sehingga cuma terlihat di permukaan, tetapi korupsi masih merajalela.

Baca Juga: Jelang Satu Tahun Covid-19, PBB Tetapkan 27 Desember Sebagai Hari Siap Siaga Epidemi Internasional

Baca Juga: Senjata Api yang Disita Polisi Saat Baku Tembak di Cikampek Adalah Milik Anggota Laskar FPI

"Dengan kita menghukum mati seseorang, apakah minyak curahnya itu jadi terkoreksi?" tanya Haris.

"Apakah dengan ditangkapnya Menteri Sosial, lalu kualitas beras menjadi membaik," ucapnya.

Menurutnya, masalah utama di lapangan juga harus diperhatikan oleh pejabat publik dan penegak hukum.

Ia menyebut kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah saat ini kebanyakan hanya 'gimmick' saja.

"Akhirnya, semua bansos ini hanya menjadi alat kelengkapan foto dan pembuktian bukan alat kelengkapan hidup buat masyarakat miskin yang angkanya tumbuh terus menurut BPS," kata Haris.

Baca Juga: Masyarakat Dukung Tindakan Tegas Aparat TNI Polri Wujudkan Kamtibmas

Baca Juga: Jabatan Trump Akan Berakhir, Amerika Serikat Jatuhkan Sanksi Pejabat China

Oleh karena itu, penanganan korupsi tidak hanya soal penangkapan dan penghukumannya. Namun, perlu perubahan struktural dan pengawasan secara instrumental yang lebih tegas.

"Maka sampai di situ saya mau bilang, Perppu 1/2020 pasal 27 ayat 1-nya, ayat 2-nya, ya memang harus dibatalkan," tuturnya.***(Mahbub Ridhoo Maula/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: ElRia Shd

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah