Lailatul Qomariah Anak Tukang Becak Asal Madura Selesaikan Doktoral di ITS dan Beasiswa Penelitian di Jepang

14 Februari 2021, 06:41 WIB
Lailatul Qomariah, anak tukang becak asal Madura menyelesaikan Doktoralnya diusia muda dengan penelitiannya di Jepang /https://www.its.ac.id/

WARTA LOMBOK - Lailatul Qomariah, anak tukang becak asal Madura menyelesaikan Doktoralnya diusia muda dengan penelitiannya di Jepang.

Dikutip WARTA LOMBOK dari laman resmi Institut Teknologi Surabaya (ITS), bahwa Ia berasal dari latar belakang ekonomi keluarga yang sederhana, tak lantas menyurutkan semangat Lailatul Qomariyah untuk menuntut ilmu lebih tinggi.

Meski kondisi yang ada mengharuskan gadis berusia 27 tahun asal Pamekasan, Madura ini berjuang mencari uang sendiri agar bisa melanjutkan kuliah dan menghidupinya hingga berhasil meraih gelar doktor dari Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan akan diwisuda pada Minggu 15 September 2019 dan saat ini menjadi salah satu Dosen juga almamaternya.

Baca Juga: Seleksi Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 , Silahkan Cek Disini dan Siapkan Diri

“Aku sudah menemukan semacam chemistry (kecocokan, red) di ITS, jadi meskipun banyak tawaran dari luar, saya tetap sangat ingin melanjutkan pengabdian saya di kampus perjuangan ini,” ujar Laila untuk bekerja di ITS.

Memiliki gelar doktor menjadi harapan dan impian sebagian besar anak muda Tanah Air. Sayangnya, stigma yang beredar di masyarakat mengenai biaya pendidikan masih menjadi salah satu batu penganjal.

Mari ingat kembali perjuangan Laila, meski berasal dari ekonomi rendah, tak pernah memupus semangat cita-citanya menjadi dosen.

Pesimis Saat Sekolah di SMA Favorit

Dara yang kini berusia 28 tahun, berasal dari Dusun Jinangka, Desa Teja Timur, Pamekasan, Madura. Laila merupakan anak pertama dari pasangan Saningrat dan Rusmiati.

Bukan hal mudah diakui oleh Laila saat dirinya masih duduk di bangku sekolah. Apalagi menjadi siswa di SMA favorit di kotanya, SMAN 1 Pamekasan.

Ejekan dan cibiran menjadi konsumsi sehari-hari Laila sejak kecil. Ayahnya yang berprofesi tukang becak dan dari keluarga miskin, menjadi bahan ejekan yang kerap dilontarkan.
Saat merasa pesimis, dia berusaha bankit lagi. Laila merasa harus membuktikan, meski oang tuanya miskin bukan berarti dia harus lemah.

Baca Juga: GAR ITB Tuduh Prof Dien Syamsuddin Radikal, PDM Lotim: Itu Ngawur, NTB Siap Menunggu Perintah PP Muhamadiyah

Pernah merasa iri dengan teman-teman yang bisa memiliki motor dan fasilitas pendidikan yang mumpuni, dia berusaha menguatkan diri, bahwa perbedaan bukan berarti penghalang cita-cita.

Beasiswa di ITS Surabaya

Selama masih duduk di bangku SMA, setiap tahun Laila memperoleh peringkat nilai tertinggi di angkatannya. Hal ini menjadi salah satu tepisan melalui bukti nyata buat teman-teman yang telah mengejeknya.

Apalagi setelah lulus di tahun 2011, Laila berhasil meraih beasiswa untuk melanjutkan ke Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.

Setelah lulus S1 Fakultas Tekhnologi Industri, Laila kembali melanjutkan studi di program pascasarjana atau S2 di fakultas yang sama.

Tak tanggung-tanggung, torehan prestasi dan status cumlaude telah membawa namanya untuk memperoleh beasiswa lagi.

Gelar Doktor di Kampus yang Sama
Demi menggapai cita-cita untuk menjadi seorang dosen, dia kembali mencari pasokan dana untuk bisa lanjut sekolah lagi.

Meski menerima cibiran tetangga di kampung, karena usianya yang sudah berkepala dua tapi tak kunjung menikah, bukan jadi penghalang.

Laila berhasil masuk dalam daftar penerima Program Magister Doktor Sarjana Unggul (PMDSU). Memperoleh gelar ddoktor dari jurusan Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri ITS Surabaya.

Baca Juga: Beasiswa Pendidikan untuk Siapa?

Penelitian di Jepang

Sebuah keberhasilan yang luar biasa, hingga Laila menerima beasiswa dari pemerintah untuk menyelesaikan penelitian disertasi S3-nya di negeri sakura. Dia menjadi satu-satunya mahasiswa Indonesia yang memperoleh beasiswa penelitian tersebut.

Laila banyak dibantu di negara Jepang selama 6 bulan dalam membahas strukturasi partikel silica. Mengenal lebih dalam tentang bentuk silica dengan segala manfaatnya yang bermacam-macam.

Sepulangnya ke Indonesia, dia segera menyelesaikan hasil penelitian yang diperolehnya di Jepang. Lulus dengan membawa nilai terbaik di angkatannya, sebagai doktor muda di usia 27 tahun dengan IPK 4.00.

Motivasi bagi Laila

Mengubah nasih keluarga menjadi salah satu prinsip utama Laila dalam mengemban pendidikan. Motivasinya, berusaha menjadi lebih baik untuk mengangkat derajat, serta martabat orang tua.

Apalagi dirinya yang berasal dari desa, yang notabene sebagian besar pemuda akan menikah usai lulus SMA. Dia tetap bersikeras ingin membalikkan keadaan keluarga yang dikenal miskin, menjadi sosok yang lebih dihargai.

Baca Juga: Guru Honorer yang Dipecat Karena Unggah Gaji Rp700 Ribu Mendapat Pendampingan Hukum Anggota DPR RI

Berharap Bisa Berangkatkan Orang Tua Umroh

Segala perjuangan memang dimulai oleh Laila dari bawah. Memulai karier awal, dia harus menjadi asisten dosen terlebih dahulu di ITS. Dia begitu berharap bisa menjadi tulang punggung keluarga, terutama bagi adik-adiknya.

Selain bercita-cita menjadi seorang pengajar di kampus ternama, Laila juga berharap bisa segera memberangkatkan bapak dan ibunya menjalankan ibadah umroh. Biarlah orang tua menikmati masa tuanya dengan melihat kesuksesan setiap anaknya.***

Editor: Mamiq Alki

Sumber: ITS

Tags

Terkini

Terpopuler