NTB Berhasil Turunkan Angka Stunting 8,1 Persen Versi Survei Kesehatan Indonesia

22 Maret 2024, 11:55 WIB
Ilustrasi stunting /https://rsudblora.blorakab.go.id/

WARTALOMBOK - Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berhasil menurunkan angka stunting hingga 8,1 persen. Penurunan yang cukup drastis tersebut menjadikan NTB sebagai Provinsi dengan progres tertinggi di Indonesia. 

 

Capaian membanggakan tersebut berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan RI bersama Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) tahun 2023. 

 

Hasil survey tersebut menunjukkan angka stunting NTB sebesar 24,6 persen, menurun 8,1 persen dibanding data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.

 

Berdasarkan capaian tersebut, NTB menempati urutan ke-16 dari 38 provinsi dengan progres penurunan tertinggi se-Indonesia.

 

 

Hasil survey tersebut disampaikan langsung Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat rapat evaluasi pencapaian target prevalensi stunting, di Istana Wapres, Selasa. 

 

 Baca Juga: Gerakan Pangan Murah di Bulan Ramadhan Diserbu Masyarakat Mataram

 

Menanggapi hal tersebut, Penjabat (PJ) Gubernur NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi mengatakan, capaian ini akan menjadi penyemangat Pemprov NTB dalam menurunkan angka stunting kedepannya. 

 

"Hasil ini cukup menggembirakan dan menjadi penyemangat untuk penanganan stunting secara lebih masif," ungkapnya.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan NTB Dr. dr. H. Lalu Hamzi Fikri menjelaskan, penurunan stunting di NTB sejalan dengan intervensi sensitif dan spesifik yang dilakukan Pemprov NTB.

 

Salah satunya, kata dia, melalui dukungan bagi seluruh Kabupaten dan Kota sehingga mampu mencapai 5 Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). 

 

"Pemerintah provinsi terus mendorong pencapaian STBM sebagai salah satu determinan stunting," ujarnya

 

Sehingga NTB kini menjadi Provinsi pertama di Indonesia yang berhasil mencapai 5 Pilar STBM.

 

 Baca Juga: Polres Lombok Utara Gencarkan Patroli Selama Bulan Ramadhan

 

Intervensi spesifik dalam penanganan stunting yang dilakukan Pemprov membawa NTB menjadi provinsi dengan pencapaian terbaik untuk pemantauan pertumbuhan anak 91,40 persen, ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) berhasil mendapat asupan gizi 89,8 persen, provinsi dengan pencapaian Imunisasi Dasar Lengkap 100 persen, adanya Posyandu Keluarga sebanyak 7.744 atau 100 persen. 

 

 

"Posyandu Aktif lebih dari 99 persen juga menjadikan NTB provinsi dengan cakupan Posyandu aktif tertinggi di Indonesia," jelas Kadis. 

 

 

Lalu Hamzi Fikri juga menjelaskan, Surveilans Gizi di 176 Puskesmas atau 100 persen, Desa bebas dari Buang Air Besar Sembarangan atau 100 persen, dan tercapainya 5 Pilar STBM di seluruh Kabupaten dan Kota juga menjadi intervensi spesifik dalam penanganan stunting yang dilakukan Pemprov. 

 

 

Intervensi Sensitif juga dilakukan dalam upaya penanganan stunting yaitu melalui Gerakan Bakti Stunting terintegrasi pada program “Jumat Salam” di seluruh Kabupaten dan Kota. 

 

Gerakan ini mengutamakan pemberian protein hewani berupa telur untuk keluarga yang memiliki anak balita stunting, wasting, dan ibu hamil KEK, serta ibu hamil Anemia dengan melibatkan seluruh OPD di lingkup Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan mitra potensial. 

 

Ada pula Gerakan Orang Tua Asuh, Gerakan Dapur Dahsyat bersama Kabupaten/Kota, dan pendampingan Keluarga Berisiko Stunting. Inovasi penanganan stunting juga dilakukan melalui integrasi dan kolaborasi di Kabupaten dan Kota, pemanfaatan data by name by address pada e-PPGBM sebagai acuan pengawasan dan intervensi stunting, pemenuhan standar alat ukur/Antropometri di Posyandu Keluarga, dukungan dana desa untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) balita dan ibu hamil, serta insentif Kader Posyandu.

 

 Baca Juga: Karyawan Resort di Lombok Tengah Ditemukan Tewas di Kamar Kos

 

Selain itu dilakukan edukasi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di Posyandu Keluarga melalui gerakan zero waste, bank sampah, pencegahan pernikahan dini, screening penyakit menular/tidak menular, dan pemberdayaan UMKM. 

 

 

Adapun presentase stunting NTB berdasarkan hasil survei dari tahun ke tahun yakni 33,49 persen pada tahun 2018 berdasarkan hasil survei Riskesdas, 31,4 persen pada tahun 2021 berdasarkan survei SSGI, 32,7 persen pada tahun 2022 berdasarkan survei SSGI, dan 24,6 persen pada tahun 2023 berdasarkan SKI.

 

 

"Pemerintah terus mengupayakan pencegahan dan penangan stunting melalui intervensi spesifik dan sensitif. Stunting menjadi tugas bersama dengan melibatkan peran multi-sektor, mengedepankan kolaborasi dan sinergi seluruh stakeholder dari tingkat nasional hingga desa/kelurahan untuk mewujudkan cita-cita Indonesia bebas stunting," jelas Kadis. 

 

 

Hasil SKI 2023 berdasarkan laporan Menteri Kesehatan menunjukkan prevalensi stunting Indonesia sebesar 21,5 persen. Apabila dibandingkan dengan angka stunting Indonesia tahun 2022 yakni 21,6 persen, maka terjadi penurunan sebesar 0,1 persen. Masih ada 5 provinsi yang memiliki prevalensi stunting di atas 30 persen pada tahun 2023 (NTT, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, Sulawesi Barat dan Papua Tengah).

 

Pada tahun 2022, stunting di NTB berada pada angka 32,7 persen, menjadikan NTB salah satu dari 12 Provinsi prioritas pemerintah untuk penguatan intervensi stunting di Indonesia, karena prevalensi stunting tinggi di atas jumlah agregat nasional. 

 

 

Adapun 12 provinsi prioritas pada tahun 2022 adalah Nusa Tenggara Timur sebesar 35,3 persen, Sulawesi Barat 35 persen, Nusa Tenggara Barat 32,7 persen, Aceh 31,2 persen, Kalimantan Barat 27,8 persen, Sulawesi Utara 27,7 persen, Kalimantan Selatan 24,6 persen, Jawa Barat 20,2 persen, Jawa Timur 19,2 persen, Jawa Tengah 20,8 persen, Sumatera Utara 21,1 persen, dan Banten 20 persen. 

 

 

Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting Indonesia tahun 2024 mencapai 14 persen dengan berbagai strategi. Strategi tersebut diantaranya mulai dari pemetaan intervensi, pendampingan keluarga prioritas melalui tim pendamping keluarga untuk memastikan ibu-ibu hamil dan balita memiliki asupan nutrisi yang baik, penguatan intervensi spesifik seperti pemberian makanan tambahan, asupan vitamin, imunisasi dan pemberian ASI eksklusif, penguatan data rutin untuk memenuhi alat ukur terstandar, pelatihan Kader 

 

Posyandu di seluruh Indonesia, hingga penguatan konvergensi pembiayaan dengan menguatkan sinergi sampai ke tingkat desa untuk menurunkan stunting secara efektif dan efisien.***

Editor: Ahmad Riadi

Tags

Terkini

Terpopuler