WARTA LOMBOK – Diberitakan sebelumnya bahwa pandemi Covid-19 menjadi pukulan telak bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Industri TPT bahkan dinilai tidak akan mampu bertahan hingga akhir 2020.
Dikatakan indsutri tekstil memiliki persoalan fundamental di industri TPT yakni regulasi-regulasi yang dinilai berpotensi membunuh industri.
Lanjut dikatakan, kalau tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk membangun keterkaitan industri dari hulu ke hilir, maka semua kebijakan hanya retorika.
Baca Juga: UU Cipta Kerja Bagus Bagi Iklim Investasi Indonesia, Ekonom: Investor Menjadi Lebih Tertarik
Selama ini pemerintah tidak memiliki kebijakan pengembangan industri TPT yang konkrit dari hulu dan hilir.
Sementara yang dihadapi oleh industri TPT adalah bea masuk bahan baku impor tinggi, sedangkan pakaian jadi (garmen) tarifnya free.
Baca Juga: Kritik Habib Rizieq Kepada Puan Maharani: Kalau Belum Baca Tuntas UU Cipta Kerja Jangan Asal Ketok!
Sebagaimana berita Sinarjateng.com dalam artikel “UU Cipta Kerja Ditengah Pandemi, Pengusaha: Harapannya, Industri Garmen dapat Diselamatkan”, industri garmen yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) berharap sektor tersebut bisa diselamatkan saat pandemi Covid-19 sehingga tidak terus memunculkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Hal tersebut juga dikatakan oleh juru bicara PPPTJB Sariat Arifia melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
“Kami sangat mengapresiasi pemerintah dalam menetapkan UU Cipta Kerja dalam rangka menciptakan lapangan kerja. Namun dalam realitasnya para pengusaha terancam gulung tikar dan pekerja terancam PHK massal dalam waktu dekat ini, karena penetapan pengupahan di luar kemampuan dan kepantasan,” ujarnya.