Sepanjang sejarah dunia kesehatan, ganja telah banyak digunakan sebagai bahan dalam pengobatan. Hal ini dipertegas oleh Kenzi Riboulet-Zemouli, seorang peneliti independen untuk kebijakan narkoba.
“Ini adalah kemenangan bersejarah yang besar bagi kami, kami tidak bisa berharap lebih,” katanya.
Kenzi juga menyebutkan bahwa perubahan tersebut telah mengembalikan citra ganja sebagai tanaman medis dan membuka pintu bagi legalisasi ganja secara luas di seluruh dunia.
Sementara itu, Dirk Heitepriem, wakil presiden di perusahaan ganja asal Kanada Canopy Growth, menyebut voting itu merupakan 'langkah maju yang besar,' serta mengakui dampak positif ganja untuk keperluan medis.
“Kami berharap ini akan memberdayakan lebih banyak negara untuk membuat kerangka kerja yang memungkinkan pasien yang membutuhkan untuk mendapatkan akses ke pengobatan," ujar Heitepriem, pada Jumat, 4 Desember 2020.
Baca Juga: Ustadz Maaher Ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Awi Setiyono: Postingannya Dianggap Melanggar Hukum
Baca Juga: Sule: Kerja Dong, Jangan Andalkan Anak-anak Saya, Soal Teddy Tuntut Anak Sule Perhatian pada Putriny
Penggunaan ganja medis telah meledak dalam beberapa tahun terakhir dan produk yang mengandung turunan ganja seperti cannabidiol atau CBD, senyawa nonintoxicating, telah membanjiri industri kesehatan.
Cowen, sebuah perusahaan investasi dan jasa keuangan, memperkirakan bahwa industri CBD di Amerika Serikat akan bernilai $ 16 miliar pada tahun 2025.
Voting klasifikasi ulang ganja itu mendapat hasil suara 27 banding 25, dengan suara abstain dari Ukraina.