PBB Resmi Menghapus Ganja Sebagai Narkotika Sangat Berbahaya, Begini Pertimbangannya!

- 4 Desember 2020, 15:29 WIB
PBB resmi menghapus ganja dari kategori narkotika berbahaya.
PBB resmi menghapus ganja dari kategori narkotika berbahaya. /Instagram.com/@antonioguterres

WARTA LOMBOK - Ganja adalah jenis narkoba yang sampai saat ini dilarang untuk dikonsumsi bebas.

Ganja termasuk ke dalam salah satu jenis narkotika dengan kandungan opioid yang sangat berbahaya.

Kategori ganja sebagai bahan berbahaya diputuskan pada 1961 dalam Single Convention on Narcotic Drugs.

Baca Juga: KPK Panggil Lima Orang Terkait Kasus Edhy Prabowo, Ali Fikri: Mereka Sebagai Saksi

Kebutuhan dunia kesehatan akan obat-obatan yang didalamnya ganja sering digunakan sebagai bahan dasar pengobatan, beberapa ahli dan organisasi kesehatan berharap ganja bisa digunakan untuk keperluan pengobatan secara luas.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kemudian mengajukan rekomendasi terkait klasifikasi ganja sebagai bahan berbahaya agar ganja kembali bisa digunakan untuk pengobatan secara luas.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian melakukan voting terkait rekomendasi WHO tersebut dengan tujuan menghapus ganja dari kategori narkoba paling berbahaya di dunia. 

Sebagaimana diberitakan Mantra Sukabumi.com dalam artikel "Sah! PBB Hapus Ganja dari Klasifikasi Narkoba Berbahaya dan Bisa Digunakan untuk Keperluan Medis", voting dilakukan oleh Komisi Obat Narkotika (CND) di Wina pada Rabu, 2 Desember 2020 dan diikuti 53 negara anggota.

Hasil voting yang dilakukan NCD menghasilkan keputusan menghapus klasifikasi ganja sebagai opioid berbahaya dan sangat adiktif, seperti heroin.

Baca Juga: Cegah Covid-19, KPCPEN Kominfo Wujudkan Kesehatan Pulih Ekonomi Bangkit

Sepanjang sejarah dunia kesehatan, ganja telah banyak digunakan sebagai bahan dalam pengobatan. Hal ini dipertegas oleh Kenzi Riboulet-Zemouli, seorang peneliti independen untuk kebijakan narkoba. 

“Ini adalah kemenangan bersejarah yang besar bagi kami, kami tidak bisa berharap lebih,” katanya. 

Kenzi juga menyebutkan bahwa perubahan tersebut telah mengembalikan citra ganja sebagai tanaman medis dan membuka pintu bagi legalisasi ganja secara luas di seluruh dunia.

Sementara itu, Dirk Heitepriem, wakil presiden di perusahaan ganja asal Kanada Canopy Growth, menyebut voting itu merupakan 'langkah maju yang besar,' serta mengakui dampak positif ganja untuk keperluan medis. 

“Kami berharap ini akan memberdayakan lebih banyak negara untuk membuat kerangka kerja yang memungkinkan pasien yang membutuhkan untuk mendapatkan akses ke pengobatan," ujar Heitepriem, pada Jumat, 4 Desember 2020. 

Baca Juga: Ustadz Maaher Ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Awi Setiyono: Postingannya Dianggap Melanggar Hukum

Baca Juga: Sule: Kerja Dong, Jangan Andalkan Anak-anak Saya, Soal Teddy Tuntut Anak Sule Perhatian pada Putriny

Penggunaan ganja medis telah meledak dalam beberapa tahun terakhir dan produk yang mengandung turunan ganja seperti cannabidiol atau CBD, senyawa nonintoxicating, telah membanjiri industri kesehatan.  

Cowen, sebuah perusahaan investasi dan jasa keuangan, memperkirakan bahwa industri CBD di Amerika Serikat akan bernilai $ 16 miliar pada tahun 2025.

Voting klasifikasi ulang ganja itu mendapat hasil suara 27 banding 25, dengan suara abstain dari Ukraina.  

Amerika Serikat dan negara-negara Eropa termasuk di antara mereka yang memberikan suara mendukung, sedangkan negara-negara seperti China, Mesir, Nigeria, Pakistan dan Rusia menentang keputusan tersebut.

Delegasi China mengatakan bahwa, meskipun ada langkah PBB, negara itu akan secara ketat mengontrol ganja dari bahaya dan penyalahgunaan.

Baca Juga: Edhy Prabowo: Tidak Ada Hubungannya dengan Saya Terkait KPK Sempat Temukan 8 Sepeda

Baca Juga: Donald Trump Tetap Gigih: Sampai Jumpa dalam Empat Tahun, Meski Gagal Duduki Gedung Putih

Delegasi Inggris mengatakan bahwa klasifikasi ulang itu sejalan dengan bukti ilmiah tentang manfaat terapeutik ganja.

Akan tetapi, negara itu masih sangat mendukung kontrol internasional untuk ganja, serta menambahkan bahwa ganja menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang serius.

Riboulet-Zemouli menganggap hal tersebut sebagai sirkus diplomatik. 

Baca Juga: dr. Tirta: Wow Galak Ya IG, Terkait Unggahan Soal Permintaan Maaf HRS Didelete Instagram

Baca Juga: Singgung Nama Jusuf Kalla, Cuitan Ferdinand Kembali Bermasalah

"Itu adalah sirkus diplomatik," katanya. 

Ia kemudian menambahkan bahwa beberapa negara yang awalnya menentang perubahan tersebut, seperti Prancis, telah mengubah posisi mereka.***(Ilham Anugrah/Mantra Sukabumi.com)

Editor: ElRia Shd

Sumber: Mantra Sukabumi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah