Makna Larangan Memasuki Rumah yang Terdapat Anjing di Dalamnya

6 Agustus 2021, 18:29 WIB
Ilustrasi/Umat Muslim dilarang mmemasuki rumah yang terdapat anjing di dalamnya karena sifat kotor dari anjing dan makna lain di balik larangan tersebut. /PIXABAY/heathergunn

WARTA LOMBOK - Malaikat adalah makhluk suci yang gemar beribadah. Malaikat juga masuk ke dalam tempat-tempat baik dan suci namun Malaikat tidak masuk di tempat yang kotor.

Rasulullah SAW mengatakan, malaikat tidak masuk ke rumah yang ada anjingnya karena sifat kotor anjing tersebut.

Hal tersebut sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang riwayat Muttafaq Alaih, tentang larangan memasuki rumah yang terdapat anjing di dalamnya.

Baca Juga: Prinsip Pernikahan dan Kedudukan Suami Istri dalam Islam
                                                                                                               لا تدخل الملائكة بيتا فيه
                                                                                                                                      كلب
“Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya,” (Muttafaq alaih dari Abu Thalhah Al-Anshari).

Sebagian besar ulama memahami hadits ini secara zahir. Dengan demikian, malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang penghuninya memelihara anjing sebagaimana pengertian tekstual, harfiah, atau skriptural dari hadits tersebut.

Di samping makna zahir tersebut, ada makna lain yang dapat dipahami dari teks hadits tersebut.

Imam Ghazali mengatakan, rumah tidak melulu berarti ruang secara fisik. Rumah dapat bermakna ruang batin atau ruang secara spiritual.

Demikian juga anjing. Anjing tidak selalu diartikan secara harfiah sebagai hewan peliharaan yang kita kenal.

Anjing dapat bermakna simbolis yang berarti sifat-sifat tercela manusia yang mengotori batin atau ruang spiritual manusia.

Baca Juga: Makna Sebenarnya Menikah Menurut Ajaran Islam

Oleh karena itu, kata Imam Al-Ghazali, ruang yang perlu dibersihkan dan disucikan adalah rumah secara spiritual yang tidak lain adalah batin manusia dari segala sifat-sifat tercela.

Kebersihan batin ini yang menentukan kesediaan malaikat pembawa rahmat, ilmu, kearifan, dan segala bentuk kebaikan untuk singgah dan tinggal di dalamnya.

والقلب بيت هو منزل الملائكة ومهبط أثرهم ومحل استقرارهم والصفات الرديئة مثل والغضب والشهوة والحقد والحسد والكبر والعجب وأخواته     كلاب نابحة فأنى تدخله الملائكة وهو مشحون بالكلاب ونور العلم لا يقذفه الله تعالى في القلب إلا بواسطة الملائكة

“Batin merupakan rumah, yaitu tempat malaikat dan tempat singgah jejak mereka, dan tempat tetap mereka. Sedangkan akhlak tercela seperti marah, syahwat, dengki, hasud, sombong, ujub, dan penyakit hati sejenis merupakan anjing yang mengonggong. Bagaimana malaikat hendak masuk ke dalamnya. Sedangkan rumah itu dipenuhi anjing. Sementara cahaya ilmu tidak dimasukkan oleh Allah ke dalam batin seseorang kecuali dengan perantara malaikat,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin).

Imam Al-Ghazali mendukung pandangan tersebut (ta’wilnya) dengan keterangan pada Surat As-Syura ayat 51.

                                وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ

Baca Juga: Makna Ketika Imam Syafi'i Tidak Membaca Qunut di Masjid Imam Hanafi

“Tidak seyogianya Allah berkata-kata dengan seorang manusia kecuali dengan perantaraan wahyu, di belakang tabir, atau dengan mengirim seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (Surat As-Syura ayat 51).

Demikian juga Allah memberikan anugerah rahmat ilmu-Nya ke dalam batin seseorang melalui perantara malaikat yang ditugaskan untuk mengantarkannya.

Malaikat adalah makhluk suci, bersih, dan terbebas dari segala penyakit tercela. Mereka hanya memperhatikan tempat yang suci.

Mereka tidak memakmurkan khazanah rahmat Allah kecuali pada tempat yang bersih dan suci.

Menurut Imam Al-Ghazali, ia tidak memutlakan pengertian bahwa “baytun” adalah batin dan “kalbun” adalah marah dan sifat tercela lainnya.

Ia hanya ingin mengingatkan bahwa ada dimensi spiritual atau ruang-ruang batin yang perlu dibersihkan dan disucikan semampunya dari berbagai sifat-sifat tercela manusia. Wallahu a’lam.***


 

Editor: Herry Iswandi

Sumber: nu.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler