Prinsip Pernikahan dan Kedudukan Suami Istri dalam Islam

- 2 Agustus 2021, 15:25 WIB
Ilustrasi/Prinsip pernikahan dalam syariat Islam adalah terciptanya rasa yang penuh kasih sayang antara suami istri di dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Ilustrasi/Prinsip pernikahan dalam syariat Islam adalah terciptanya rasa yang penuh kasih sayang antara suami istri di dalam mengarungi bahtera rumah tangga. /PEXELS/Muhamamd Faizal Awal

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ  وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ        عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ 

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 187).

Fungsi pakaian secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai penutup aurat dan penghangat badan. Mengapa Al-Qur’an mengibaratkan pasangan suami istri seperti layaknya pakaian?

Baca Juga: Kisah Teladan di Balik Kesederhanaan Umar bin Khattab

Syaikh Jalaluddin dalam Tafsir Jalalain menjelaskan, setidaknya ada tiga makna pakaian sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.

Pertama, sebagai bentuk kedekatan pasangan. Pasangan suami istri diibaratkan seperti pakaian dari sisi kedekatannya. Pakaian selalu menempel dengan kulit.

Tidak ada jarak yang memisahkan keduanya. Maka dalam rumah tangga seharusnya ada rasa saling percaya, transparansi, tanggung jawab, dan saling setia.

Kedua, saling merangkul. Sebagaimana umumnya, merangkul adalah aktivitas yang menunjukkan adanya rasa sayang, memiliki, bahagia, suka, dan tempat bersandar.

Begitulah semestinya pasangan suami istri. Ada rindu jika jauh, ada kedamaian jika berada di sisi.

Mereka adalah dua insan yang saling menghangatkan baik di kala suka maupun duka. Tempat bersandar di tengah kesedihan yang melanda.  Ketiga, saling membutuhkan.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa dalam rumah tangga ada hak dan kewajiban.

Keduanya harus memiliki sikap responsif terhadap pasangan. Dalam hal ini pasangan suami istri berperan sebagai partner dalam menjalani kehidupan. Saling membantu, saling menopang, saling meringankan dan sebagainya.

Baca Juga: Berikut Contoh Khutbah Shalat Idul Adha yang Dilaksanakan Bersama Keluarga di Rumah

Imam Nawawi dalam Tafsir Nawawi menjelaskan makna pakaian bagi pasangan suami istri yaitu saling menutupi keburukan di antara keduanya (Syaikh Nawawi, Tafsir An-Nawawi, Surabaya: Dar Al-Ilmi, juz I, hal. 49).

Halaman:

Editor: Herry Iswandi

Sumber: nu.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah